TUGAS
SOFTSKILL
KAJIAN
REKLAMASI DI TELUK JAKARTA
Disusun
Oleh:
Kelompok : I (Satu)
Nama Anggota : 1. Ana Fatimah /
2. Annisa Rachmania /
3. Durniyanti / 32413648
4. Fidhini Nurfidiah F /
5. Juwita Eka Pratiwi / 3441742
6. Moureen /
35413660
7. Nabila Naradja L /
8. Nurul Hidayati /
9. Prihase Kartika S /
10. Rias Laraswati /
37413581
11. Violita Elgiana /
Kelas : 3ID08
UNIVERSITAS
GUNADARMA
BEKASI
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Provinsi DKI
Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi yaitu Jakarta Pusat,
Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan dan 1 wilayah
kabupaten yaitu Kepulauan Seribu. Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu merupakan
wilayah Provinsi DKI Jakarta yang berkaitan langsung dengan laut. Provinsi DKI
Jakarta merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki pesona yang
begitu indah sehingga tidak sedikit masyarakat dari pelosok manapun datang
untuk tinggal dan berkunjung di wilayah ini. Hal tersebut membuat Provinsi DKI
Jakarta mengalami kepadatan penduduk sehingga pemerintah terus berbenah diri
dengan melakukan upaya perbaikan untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi kepadatan penduduk tersebut yaitu
dengan melakukan reklamasi.
Menurut
UU No. 27 Tahun 2007, reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan
dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Menurut Wisnu Suharto dalam Maskur (2008), pengertian reklamasi lainnya adalah
suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak
berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan.
Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di
tengah sungai yang lebar, ataupun di danau. Pada dasaranya reklamasi merupakan
kegiatan merubah wilayah perairan pantai menjadi daratan. Reklamasi dimaksudkan
upaya merubah permukaan tanah yang rendah (biasanya terpengaruh terhadap
genangan air) menjadi lebih tinggi (biasanya tidak terpengaruh genangan air.
Reklamasi diamalkan oleh negara atau kotakota besar yang laju pertumbuhan dan
kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan
semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Berdasarkan kondisi
tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi,
sehingga diperlukan daratan baru.
Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta bersama pengembang yaitu Agung Podomoro Land (APL)
melakukan reklamasi di Teluk Jakarta dan terdapat 17 pulau buatan, dengan kode
nama pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N , O, dan pulau Q. Reklamasi
di Teluk Jakarta dilakukan dengan harapan dapat menyelesaikan masalah mengenai
kepadatan penduduk di wilayah Jakarta dengan menambah luas wilayah atau
pembuatan pulau baru guna meningkatkan daya tampung dan daya dukungan
lingkungan secara keseluruhan bagi wilayah tersebut. Pembuatan reklamasi di
Teluk Jakarta ini ternyata menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak.
1.2
Perumusan
Masalah
Penulisan
laporan ini terdiri dari tahap perumusan masalah yaitu mengidentifikasi atau
menjabarkan masalah-masalah yang terdapat dalam pembahasan mengenai reklamasi
di Teluk Jakarta. Permasalahan yang dimaksud yaitu bagaimana pro dan kontra masyarakat terhadap
reklamasi, apa dampak positif dan negatif dari pembuatan reklamasi, dan apa
alasan pemerintah mengizinkan pembuatan reklamasi.
1.3
Pembatasan
Masalah
Pembatasan
masalah yaitu bagian yang membatasi lingkup pembahasan yang akan diulas pada
penulisan ini. Pembatasan masalah pada penulisan ini yaitu pembahasan masalah
hanya mengenai reklamasi yang dilakukan di Teluk Jakarta pada tahun 2016.
1.4
Tujuan
Penulisan
Penulisan
ini digunakan sebagai tugas untuk mencapai beberapa sasaran yang akan
diselesaikan mengenai reklamasi di Teluk Jakarta. Berikut merupakan tujuan
penulisan yang dimaksud.
1.
Mengetahui
pro dan kontra masyarakat terhadap reklamasi di Teluk Jakarta
2.
Mengetahui
dampak positif dan negative dari pembuatan reklamasi di Teluk Jakarta
3.
Mengetahui
alasan pemerintah mengizinkan pembuatan reklamasi di Teluk Jakarta.
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Reklamasi
Reklamasi merupakan pekerjaan atau usaha
dalam pemanfaatan suatu kawasan atau lahan yang tidak berguna dan berair untuk
dijadikan lahan yang berguna dengan cara dikeringkan. Tempat-tempat yang biasa
dijadikan sebagai tempat untuk melakukan reklamasi seperti kawasan pantai, lepas pantai atau offshore, danau, rawa-rawa ataupun sungai yang begitu lebar.
Reklamasi berasal dari kosa kata dalam
Bahasa Inggris yaitu to reclaim yang
artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Lebih lanjut dijelaskan dalam Kamus
Bahasa Inggris-Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan tanah (from the sea). Arti kata reclamation diterjemahkan
sebagai pekerjaan memperoleh tanah. Sedangkan pengertiannya secara ilmiah dalam
ranah ilmu teknik pantai, reklamasi adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan
kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair
menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai,
daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, ataupun
di danau. Ada beberapa sumber yang mendefinisikan arti dari reklamasi yaitu
sebagai berikut :
1.
Menurut Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005),
reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi
dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
2.
Peraturan Menteri Perhubungan No PM 52 Tahun 2011
menyebutkan bahwa, reklamasi adalah pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir
yang mengubah garis pantai dan atau kontur kedalaman perairan.
3.
Berdasarkan Pedoman Pengembangan Reklamasi Pantai dan
Perencanaan Bangunan Pengamanannya (2004), reklamasi pantai adalah meningkatkan
sumberdaya lahan dari yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau
dari sudut lingkungan, kebutuhan masyarakat dan nilai ekonomis.
4.
Menurut Perencanaan Kota (2013), reklamasi sendiri
mempunyai pengertian yaitu usaha pengembangan daerah yang tidak atau kurang
produktif (seperti rawa, baik rawa pasang surut maupun rawa pasang surut gambut
maupun pantai) menjadi daerah produktif (perkebunan, pertanian, permukiman,
perluasan pelabuhan) dengan jalan menurunkan muka air genangan dengan membuat
kanal – kanal, membuat tanggul/ polder dan memompa air keluar maupun dengan
pengurugan.
5.
Berdasarkan Modul Pedoman Perencanaan Tata Ruang
Kawasan Reklamasi (2007) adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau
lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan
berguna dengan cara dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa,
di lepas pantai/di laut, di tengah sungai yang lebar, atau pun di danau.
2.2 Tujuan Reklamasi
Tujuan reklamasi menurut Modul Terapan Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai (2007) yaitu untuk menjadikan
kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru
yang lebih baik dan bermanfaat. Kawasan
daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman,
perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian,
jalur transportasi alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan
pengelolaan limbah dan lingkungan terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan
daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi suatu kawasan wisata
terpadu.
Sedangkan menurut Perencanaan Kota (2013), tujuan dari
reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pengembangan kota. Reklamasi
diamalkan oleh negara atau kota-kota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan
lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya
lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke
arah daratan sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru.
Menurut Max Wagiu (2011), tujuan dari program reklamasi ditinjau dari aspek
fisik dan lingkungan yaitu:
1.
Untuk
mendapatkan kembali tanah yang hilang akibat gelombang laut.
2.
Untuk
memperoleh tanah baru di kawasan depan garis pantai untuk mendirikan bangunan
yang akan difungsikan sebagai benteng perlindungan garis pantai.
Adapun kebutuhan dan manfaat reklamasi dapat dilihat
dari aspek tata guna lahan, ekonomi, sosial dan lingkungan. Dari aspek tata
ruang, suatu wilayah tertentu perlu direklamasi agar dapat berdaya dan memiliki
hasil guna. Untuk pantai yang diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata
atau pemukiman yang perairan pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar
bisa dimanfaatkan. Terlebih kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi
kebutuhan mutlak untuk pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar
kapal, pelabuhan peti-peti kontainer, pergudangan dan sebagainya. Dalam
perkembangannya pelabuhan ekspor – impor saat ini menjadi area yang sangat luas
dan berkembangnya industri karena pabrik, moda angkutan, pergudangan yang
memiliki pangsa ekspor–impor lebih memilih tempat yang berada di lokasi
pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu memotong biaya transportasi. Aspek
perekonomian adalah kebutuhan lahan akan pemukiman, semakin mahalnya daratan
dan menipisnya daya dukung lingkungan di darat menjadikan reklamasi sebagai
pilihan bagi negara maju atau kota metropolitan dalam memperluas lahannya guna
memenuhi kebutuhan akan pemukiman. Dari aspek sosial, reklamasi bertujuan
mengurangi kepadatan yang menumpuk dikota dan meciptakan wilayah yang bebas
dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah
dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai maupun sempadan pantai. Aspek
lingkungan berupa konservasi wilayah pantai, pada kasus tertentu di kawasan
pantai karena perubahan pola arus air laut mengalami abrasi, akresi ataupun
erosi. Reklamasi dilakukan diwilayah pantai ini guna untuk mengembalikan
konfigurasi pantai yang terkena ketiga permasalahan tersebut ke bentuk
semula.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan reklamasi yaitu
menjadikan kawasan yang tidak berguna atau tidak bermanfaat menjadi kawasan
yang mempunyai manfaat. Kawasan yang sudah direklamasi tersebut biasanya
dimanfaatkan untuk kawasan pertanian,
pemukiman, perindustrian, pertokoan/bisnis dan objek wisata. Pekerjaan
reklamasi juga bertujuan untuk memacu pembangunan sarana dan prasarana pedukung
lainnya. Dalam membangun suatu pelabuhan ataupun terminal pelabuhan yang berada
pada perairan maka dapat dilakukan pekerjaan reklamasi.
2.3 Keuntungan dan Kerugian Reklamasi
Dalam
pekerjaan reklamasi pasti ada keuntungan ataupun kerugian akibat pekerjaan
tersebut, untuk itu silahkan simak apa saja keuntungan dan kerugian dalam
melakukan pekerjaan reklamasi untuk suatu kawasan berikut ini.
1.
Keuntungan
Reklamasi
a.
Dapat membantu suatu negara, kota
ataupun daerah-daerah untuk menyediakan lahan untuk keperluan seperti, penataan
suatu daerah pantai, pengembangan wisata bahari dan lain sebagainya.
2.
Kerugian
Reklamasi
a.
Akan terjadi perubahan ekosistem
pada lingkungan seperti perubahan pada pola arus erosi pada pantai, Maka perubahan
demikian dapat membahayakan suatu daerah atau lingkungan karena dapat
mengakibatkan banjir.
b.
Akan berdampak buruk pada sistem
drainase dan perubahan hidrodinamika yang mempunyai dampak negatif kepada
lingkungan dan masyarakat yang ada disekitarnya.
c.
Akan mengganggu lingkungan sekitar
quarry karena adanya galian yang dilakukan dengan cara pengeprasan bukit maupun
pulau-pulau yang tidak mempunyai penghuni.
d.
Beberapa keanekaragaman hayati akan
punah seperti hilangnya spesies magrove, punahnya spesies ikan, kerang laut dan
lain sebagainya akibat dari proyek reklamasi
2.4
Dampak negatif yang dirasakan dari
pelaksanaan reklamasi yang dilihat dari
beberapa aspek
Pemberian
hak sepenuhnya kepada pengelola untuk mengelola pantai hasil reklamasi,
memberikan dampak negative terhadap masyarakat sekitar. Kegiatan reklamasi yang
menutup alur sungai yang digunakan nelayan untuk pendaratan perahu
mengakibatkan banyak nelayan yang tidak lagi dapat menekuni profesinya.
1.
Terjadi kesenjangan antar masyarakat kelas bawah dan kelas
atas.
Reklamasi juga mempengaruhi interaksi sosial di antara
masyarakat. Masyarakat yang berpenghasilan rendah akan tersisih, karena dengan
penataan ruang, maka akan berimplikasi pada nilai lahan maupun gaya hidup di
wilayah tersebut. Timbulnya kawasan hunian yang yang eksklusif tersebut tidak
diimbangi dengan peningkatan kemampuan ekonomi masyarakat lama.
2.
Relokasi pemukiman masyarakat pantai mengakibatkan perubahan
kehidupan sosial ekonomi.
Dampak negatif baik langsung atau tak langsung dari reklamasi
seperti terjadinya relokasi pemukiman khususnya masyarakat pantai, sebagai
akibat penataan kota, akan mengakibat perubahan kehidupan sosial dan ekonomi.
Masalah yang berhubungan dengan biota laut atau pantai di atas juga dapat
berimbas pada ekonomi nelayan. Matinya biota laut dapat membuat ikan yang
dulunya mempunyai sumber pangan menjadi lebih sedikit sehiungga ikan tersebut
akan melakukan migrasi ke daerah lain atau kea rah laut yang lebih dalam. Dari
hal ini tampak bahwa para nelayan akan semakin sulit dalam mencari ikan. Mereka
harus lebih ke tengah laut untuk mendapatkan ikan. Semakin susah mencari ikan
maka kondisi ekonomi nelayan pun akan semakin susah.
3.
Berkurangnya tempat untuk publik
Kawasan reklamasi pantai umumnya dikuasai oleh pengelola dan
digunakan untuk kegiatan bisnis dan industri. Padahal, seharusnya tempat
tersebut adalah kawasan umum yang dapat di manfaatkan oleh semua pihak terutama
masyarakat disekitarnya.
4.
Bidang sosial dan budaya
Di bidang sosial dan budaya juga akan mengalami perubahan.
Daerah yang tadinya berupa pantai dengan sedikit bangunan akan terubah menjadi
kawasan perkantoran dan perumahan. Daerah yang terbuka atau ruang publik akan
tertutup oleh banguna tersebut. Disisi lain masyarakat yang tinggal disekitar
pantai akan tersingkir dengan adanya bangunan-bangunan mewah tersebut yang
dibuat di atas tanah reklamasi.
5.
Tinjauan dari aspek yuridis
Permasalahan yuridis juga perlu mendapatkan perhatian.
Landasan hukum rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya perlu dilaksanakan
dengan tegas. Produk hukum tentang reklamasi (UU, PP, Keppres, Permen, Perda,
RTRW/RDTRK, dll). Hanya pada masalah ketegasan pelaksanaannya yang perlu
dimaksimalkan. Yang sering manjadi masalah dalam pemberian perijinan di
Indonesia adalah penyalahgunaan ijin tersebut. Melihat kasusu reklamasi panati
Marina, peruntukannya menjadi tidak jelas karena terdapat banyak kawasan yang
telah direklamasi akhirnya dibirakan begitu saja, tanpa ada tindak lanjut
penanganannya.
6.
Tinjauan dari aspek lingkungan
Problem lingkungan yang terjadi akibat reklamasi yang tidak
memperhitungkan aspek dayta dukung lingkungan, menyebabkan kerusakan lingkungan
yang semakin parah diantaranya yaitu :
a.
Kerusakan Lingkungan akibat pengambilan bahan urugan;
Pelaksanaan reklamasi membutuhkan
bahan material yang diambil dari perbukitan (daerah Mangunharjo, Ngaliyan),
Kondisi tersebut mengaibatkan rusaknya vegetasi di bukit tersebut. Selain itu
proses pengangkutannya ke kawasan pantai menimbulkan polusi debu yang
diakibatkan oleh tanah yang beterbangan saat diangkut oleh kendaraan
pengangkut.
b.
Perluasan potensi pencemaran laut karena bertambahnya luas
daratan;
Dengan dilakukannya reklamasi, maka
daratan akan lebih dekat ke arah laut sehingga potensi pencemaran laut sangat
besar. Dengan demikian limbah-limbah baik pabrik maupun rumah tangga, akan
semakin jauh mencapai laut dan tentu saja ini berpengaruh bagi kelangsungan
hidup ekosistem di dalamnya. Berbagai aktivitas di darat baik yang terjadi saat
kegiatan reklamasi maupun saat pemanfaatan lahan hasil reklamasi dipastikan
akan memperluas potensi pencemaran, dan memperparah sedimentasi di hilir sungai
yang mengakibatkan aliran air sungai terhambat masuk laut.
2.5
Syarat Pelaksanaan Reklamasi
Reklamasi menurut Permen Kelautan dan
Perikanan Indonesia No 17, yaitu kegiatan yang meningkatkan manfaat sumber daya
lahan, ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi, dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase. Reklamasi bukanlah suatu perubahan kecil, melainkan perubahan yang
membawa dampak besar di berbagai sisi; baik itu lingkungan alam, budaya,
sosial, dan ekonomi.
Untuk itu, proses pertimbangan dan perizinan pemanfaatan lahan reklamasi memerlukan upaya yang cukup
panjang.. Berikut merupakan 5 syarat proses reklamasi yang harus diperhatikan:
2.
Kajian ilmiah dan komprehensif
lahan reklamasi.
Termasuk beberapa pertimbangan
dalam proses reklamasi,
seperti:
a.
Perubahan kelompok hidrodinamika yang diakibatkan perubahan
pola arus dan gelombang pada pelaksanaan reklamasi, sehingga dapat mengakibatkan
turbiditas perairan.
b.
Perubahan kelompok transportasi sedimen yang terjadi karena
terganggunya littoral transport yang mengakibatkan adanya erosi di salah satu
sisi, dan sedimentasi di sisi lain.
c.
Perubahan kelompok air tanah yang terjadi saat penimbunan
material reklamasi basah dari laut, hingga air laut yang terperangkap dapat
mencemari akuifer air tanah di pesisir.
d.
Perubahan kelompok tata air di kawasan daratan yang
diakibatkan adanya reklamasi, maka gangguan yang terjadi mengakibatkan bertambah
panjangnya lintasan pematusan air, atau penurunan gradien hidraulik aliran air
yang ada yang dapat menurunkan kapasitas drainese yang ada sehingga menimbulkan
potensi banjir.
3.
Proses reklamasi pada areal
berlumpur.
Area ini memerlukan perhatian khusus
untuk menghindari beberapa hal berikut:
a.
Gelombang atau luapan lumpur (mud wave/mud explosion),
yaitu areal yang mempunyai daya dukung yang rendah karena material dasarnya
adalah lumpur.
b.
Penurunan lahan yang tidak merata yang diakibatkan karena
ketebalan lumpur yang tidak sama atau tidak merata.
c.
Terjadinya likuifaksi yaitu tanah pasir yang kehilangan daya
dukung akibat sistem pemadatan yang tidak sempurna, sehingga apabila terjadi
getaran atau goncangan misalnya yang diakibatkan oleh gempa, maka lahan reklamasi
dapat terbenam dalam tanah. Likuifaksi adalah proses atau kejadian berkurangnya
tekanan efektif tanah secara drastis pada pasir halus seragam tidak padat yang
terendam air, akibat beban sesaat seperti gempa atau getaran ringan. Beban
sesaat tersebut manimbulkan kenaikan tekanan air pori tanah yang cukup besar,
tekanan efektif tanah turun (jika mencapai nol, butiran tanah akan melayang)
mengakibatkan kapasitas dukung tanah menurun sehingga tidak mampu lagi
mendukung beban di atasnya dengan baik. Parameter yang mempengaruhi terjadinya
proses likuifaksi adalah jenis tanah dan gradasi butir (pasir halus, sedang,
seragam), tingkat kepadatan (tidak padat), kondisi lingkungan (terendam air),
beban sesaat (gempa atau getaran).
4.
Tahapan pengerjaan reklamasi.
Dalam proses reklamasi, terdapat
beberapa tahapan yang harus mendapat perhatian khusus. Tahapan yang dimaksud
antara lain:
a.
Analisa pengaruh timbunan terhadap keseimbangan hidrologis
kawasan.
b.
Pembuangan lapisan organik yang ada.
c.
Transportasi material reklamasi.
d.
Sistem pemadatan.
5.
Bangunan pelindung untuk area yang
telah direklamasi.
Area yang telah direklamasi
membutuhkan pelindung yang baik, mengingat kondisi alam yang terkadang sulit
diperkirakan. Beberapa syarat yang harus diperhatikan untuk melindungi area reklamasi
adalah sebagai berikut.
a.
Sistem drainase lahan.
b.
Tembok atau tanggul yang harus berdiri kuat di atas tanah
timbunan yang diperkuat dengan konstruksi steel sheet pile, concrete sheet pile
atau sejenis.
c.
Talud (plengsengan) atau revetment rip-rap.
6.
Perizinan Reklamasi
Sebelum memulai proses reklamasi, hal penting lainnya
adalah perizinan dan undang-undang
yang mengatur reklamasi pantai. Menurut Permen Kelautan dan Perikanan
Indonesia No 17 bab 2 ayat 2, pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang
yang akan melaksanakan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil wajib
memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi. Izin lokasi tersebut
terdiri atas izin lokasi reklamasi dan izin lokasi sumber material reklamasi.
2.6
Ketentuan atau Prinsip Reklamasi
Kebutuhan
dalam pengembangan budi daya untuk suatu kawasan yang berada pada sisi daratan. Dapat merupakan kawasan perkotaan
yang padat maka membutuhkan pengembangan wilayah untuk mengakomodasikan
kebutuhan. Syarat untuk lokasi yang
akan dilakukan reklamasi antara lain:
1.
Telah memenuhi ketentuan rencana
kota yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan atau
Kota/Kabupaten dan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Reklamasi, dan dituangkan
ke dalam Peta Lokasi laut yang akan direklamasi.
2.
Ditetapkan dengan Surat Keputusan
Gubernur dan atau Walikota/Bupati (tergantung posisi strategis dari kawasan
reklamasi) yang berdasarkan pada tatanan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
dan atau Kota/Kabupaten serta Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Reklamasi.
3.
Sudah ada studi kelayakan tentang
pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan properti (studi
investasi).
4.
Berada di luar kawasan hutan bakau
yang merupakan bagian dari kawasan lindung atau taman nasional, cagar alam, dan
suaka margasatwa.
5.
Bukan merupakan kawasan yang
berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah dengan daerah/negara lain.
6.
Memenuhi ketentuan pemanfaatan
sebagai kawasan dengan ijin bersyarat.
7.
Dituangkan di dalam Peta Situasi
rencana lokasi dan Rencana Teknis Pelaksanaan Reklamasi dan mendapat
persetujuan dari instansi terkait
Persyaratan Dalam Memenuhi Ketentuan Pemanfaatan Kawasan Reklamasi:
1.
Penyusunan dokumen ANDAL.
2.
Penyusunan Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
3.
Penyusunan Analisis Dampak Lalu
Lintas (ANDALIN).
4.
Mengenakan biaya dampak pembangunan
(development impact fee), dan atau aturan disinsentif
lainnya.
Setelah
persyaratan tersebut telah terpenuhi, pelaksanaan reklamasi bisa dilakukan
dengan langkah awal dalam perencanaan reklamasi (studi ataupun detailed engineering design), adalah
melakukan survei atau kegiatan sebagai berikut:
1.
Survei pengenalan
lokasi proyek.
2.
Survei pasang-surut air
laut, sungai, tinggi gelombang dan arus.
3.
Survei bathimetri
(pengukuran kedalaman dasar laut).
4.
Survei topografi (bila
lokasi reklamasi bukan di laut).
5.
Penyelidikan tanah.
6.
Survei quarry (sumber
material reklamasi).
7.
Survei harga satuan
bahan dan upah kerja.
Adapun
beberapa tujuan terhadap hasil yang diperoleh dari survei tersebut diatas,
adalah:
1.
Menentukan tinggi
(elevasi) permukaan rencana timbunan reklamasi (misal : + 4.00 m LWS).
2.
Menentukan elevasi
minimal permukaan tanggul sebagai shore protection (misal ; + 4.50 m LWS).
3.
Menentukan bentuk atau
layout kawasan reklamasi.
4.
Menghitung besarnya
tegangan atau beban yang bekerja pada tanah asli, settlement dan sliding.
5.
Menghitung volume
timbunan reklamasi.
6.
Menghitung rencana
anggaran biaya pelaksanaan fisik.
7.
Dan lain-lain seperti
fasilitas penunjang yang ada hubungannya dengan reklamasi.
2.5 Daerah
Pelaksanaan Reklamasi
Perencanaan
Kota (2013) memaparkan pelaksanaan reklamasi pantai dibedakan menjadi tiga yaitu:
1.
Daerah reklamasi yang
menyatu dengan garis pantai semula
Kawasan daratan lama berhubungan
langsung dengan daratan baru dan garis pantai yang baru akan menjadi lebih jauh
menjorok ke laut. Penerapan model ini pada kawasan yang tidak memiliki kawasan
dengan penanganan khusus atau kawasan lindung seperti:
a. Kawasan
permukiman nelayan
b. Kawasan
hutan mangrove
c. Kawasan
hutan pantai
d. Kawasan
perikanan tangkap
e. Kawasan
terumbu karang, padang lamun, biota laut yang dilindungi
f. Kawasan
larangan ( rawan bencana )
g. Kawasan
taman laut
2.
Daerah reklamasi yang
memiliki jarak tertentu terhadap garis pantai
Model ini memisahkan (meng-“enclave”) daratan dengan kawasan daratan
baru, tujuannya yaitu:
a. Menjaga
keseimbangan tata air yang ada
b. Menjaga
kelestarian kawasan lindung (mangrove, pantai, hutan pantai, dll)
c. Mencegah
terjadinya dampak/ konflik sosial
d. Menjaga
dan menjauhkan kerusakan kawasan potensial (biota laut, perikanan, minyak )
e. Menghindari
kawasan rawan bencana
3.
Daerah reklamasi gabungan
dua bentuk fisik (terpisah dan menyambung dengan daratan)
Suatu kawasan reklamasi yang menggunakan
gabungan dua model reklamasi. Kawasan reklamasi pada kawasan yang potensial
menggunakan teknik terpisah dengan daratan dan pada bagian yang tidak memiliki
potensi khusus menggunakan teknik menyambung dengan daratan yang lama.
2.7
Sistem
Pelaksanaan Reklamasi
Modul Penerapan Tata Pelaksanaan
Reklamasi Pantai dan Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2007) menjelaskan
bahwa pelaksanaan reklamasi dilihat berdasarkan dari sistem yang digunakan.
Adapun sistem-sistem tersebut berupa:
1.
Sistem Urugan
Reklamasi dilakukan dengan cara menimbun
perairan pantai sampai muka lahan berada di atas muka air laut tinggi (high water level). Sistem ini berkembang
didukung dengan berbagai jenis alat-alat besar seperti alat penggalian tanah,
alat pengambilan dan pengeruk tanah, alat-alat transport, perlengkapan
penebaran bahan-bahan tanah urug, dan alat perlengkapan pemadatan tanah. Secara
garis besar proses pelaksanaan reklamasi sistem ini adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan
tanggul mengelilingi daerah yang akan direklamasi, dimana tanggul ini tidak
perlu bersifat kedap air. Biasanya, apabila perlindungan lahan dilakukan
setelah selesainya reklamasi, pembuatan tanggul tidak perlu dilakukan.
b. Material
reklamasi diurug ke seluruh lahan yang akan direklamasi baik melalui daratan (dump-truck dan dozer) ataupun dipompakan melalui pipa (hydraulic fill), dan sand by passing.
c. Reklamasi
dilakukan lapis demi lapis dan ketebalan tiap lapisnya berkisar antara
0,30-1,00 meter sesuai dengan jenis tanah dasar dan tanah timbunannya agar
tidak terjadi mud explosion ataupun mud wave.
d. Perataan
lahan hasil reklamasi.
e. Pematangan
lahan reklamasi dengan pemasangan drainase vertikal (vertical drain), pemadatan lahan reklamasi dan kegiatan perbaikan
daya dukung tanah dengan cara dynamic
compaction (teknik perbaikan tanah dengan memadatkan tanah bagian dalam
dengan berulang-ulang menjatuhkan beban berat ke permukaan tanah), vibro floatation, dynamic consolidation dan dapat juga didiamkan saja dalam waktu
tertentu sesuai dengan standar yang dibutuhkan.
Sistem
urugan, sistem ini menggunakan dua macam cara kerja. Berikut ini adalah cara
kerja dari sistem urugan:
a. Hydraulic Fill
dimana dibuat tanggul terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pengurugan.
Dibawah merupakan gambar dari cara kerja sistem hydraulic fill.
b. Blanket Fill:
Tanah di urug lebih dahulu baru kemudian tanggul atau sistem perlindungan
dibuat belakangan.
2.
Sistem Polder
Sistem ini dilakukan dengan melingkupi
suatu lahan basah (genangan) dengan tanggul yang diusahakan kedap air, lalu
menurunkan tinggi muka air tanah di dalam areal tersebut, mengendalikan tinggi
muka air supaya selalu berada di bawah ambang batas yang dikehendaki, sehingga
lahan cukup kering dan siap dimanfaatkan menjadi lahan untuk pertanian,
perindustrian dan lain-lainnya. Pembangunan tanggul kedap air mengelilingi
daerah yang akan direklamasi. Adapun pelaksanaan sistem polder ini dengan cara:
a. Air
di daerah yang akan direklamasi dipompa keluar sehingga kering.
b. Perbaikan
tanah dasar agar dapat dipergunakan sesuai peruntukan. Perbaikan tanah dasar
ini termasuk penimbunan tanah tambahan, pemadatan dan sebagainya.
c. Pembuatan
jaringan drainase termasuk pompanisasi untuk menjamin bahwa lahan hasil
reklamasi dapat kering baik pada musim kemarau maupun penghujan. Pemompaan juga
perlu dilakukan untuk memberi jalan bagi aliran dari hulu. Saluran melingkari
lahan reklamasi sangat diperlukan untuk 13 menampung rembesan air dari laut
(air asin) yang dapat mengganggu pemanfaatan lahan.
Sistem
Polder ini diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu:
a. Polder
Dalam, air yang disedot dari polder tidak langsung dibuang kelaut, melainkan ke
waduk-waduk tampungan atau ke suatu saluran yang berada di luar polder. Langkah
selanjutnya adalah dialirkan ke laut.
b. Polder
Luar, air dari polder langsung dibuang ke laut.
3.
Sistem Kombinasi antara
Polder dan Urugan
Reklamasi ini merupakan gabungan sistem
polder dan sistem urugan yaitu setelah lahan diperoleh dengan metode pemompaan,
lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu sehingga perbedaan
elevasi antara lahan reklamasi dan 14 muka air laut cukup aman. Penimbunan
dimaksudkan untuk perbaikan tanah karena tanah dasar pantai pada umumnya sangat
lunak.
4.
Sistem Drainase
Reklamasi sistem ini dipakai untuk
wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari wilayah di sekitarnya tetapi
elevasi muka tanahnya harus lebih tinggi dari elevasi muka air laut. Wilayah
ini bisa berupa daerah rawa pasang surut ataupun daerah rawa yang tidak
dipengaruhi pasang surut. Dengan membuatkan sistem drainase yang baik beserta
pintu-pintu pengatur, wilayah pesisir ini dapat dimanfaatkan untuk daerah
pemukiman dan pertanian.
2.8
Proses
Pelaksaan Reklamasi di Indonesia
Proses
reklamasi di Indonesia harus mengacu pada berbagai pedoman dan undang-undang yang mengatur reklamasi pantai, antara lain:
1.
Pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai
(Peraturan Menteri PU No. 4/PRT/M/2007) yang mencakup penjelasan tentang
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam tahapan-tahapan pelaksanaan
kegiatan reklamasi, yaitu aspek fisik, ekologi, sosial ekonomi dan budaya, tata
lingkungan dan hukum, aspek kelayakan,perencanaan dan metode yang digunakan.
Pedoman ini juga memberikan batasan, persyaratan dan ketentuan teknis yang
harus dipenuhi agar suatu wilayah dapat melakukan reklamasi pantai.
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang memberi wewenang kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan
memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.
3.
Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
4.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang yang merupakan guide
linebagi daerah untuk mengatur, mengendalikan dan menata wilayahnya dalam
satu-kesatuan matra ekosistem.
5.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mengamanatkan wilayah pesisir diatur
secara komprehensif mulai dari perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan
pengendalian.
6.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana yang mengatur tentang perlindungan terhadap aset baik
berupa jiwa, raga, harta sehingga ancaman bencana yang ada di wilayah pesisir
dapat diminimalisir.
Untuk
mendapatkan izin pekerjaan proses reklamasi, pemohon wajib
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Perhubungan yang
dilimpahkan kewenangannya pada Direktur Jenderal Perhubungan Laut dengan
melampirkan persyaratan, sebagai berikut :
a.
Surat permohonan yang mencakup maksud dan tujuan
pekerjaan pengerukan.
b.
Salinan penetapan lokasi areal reklamasi.
c.
Metode atau sistem dan volume pekerjaan reklamasi.
d.
Rekomendasi PEMDA yang berkaitan dengan RUTR.
e.
Peta survey hidrologi.
f.
Kondisi dan jenis tanah dasar pada areal yang akan
dikeruk.
g.
Studi analisa dampak lingkungan atau sejenis sesuai
ketentuan hukum yang berlaku yang telah disahkan oleh institusi yang berwenang.
h.
Rekomendasi ADPEL/KAKANPEL setempat berkaitan dengan
keselamtan pelayaran selama berlangsungnya pekerjaan reklamasi.
2.9
Peralatan
yang digunakan dalam Pelaksanaan Reklamasi
Menurut Herman Wahyudi dalam buku Teknik
Reklamasi (1997), jenis dan jumlah peralatan untuk pelaksanaan reklamasi sangat
tergantung dari sumber material (quarry), di laut atau di darat dan lokasi reklamasi,
di laut, di pantai, di rawa-rawa, dan sebagainya. Apabila quarry tersebut
terletak di darat (sungai, bukit) maka peralatanperalatan yang diperlukan lebih
didominasi oleh peralatan daratan, seperti: Armada dump truck (6 ton), untuk
pengangkut, motor grader, crawler tractor, tire loader dan yang sejenis untuk
pemindah dan tanah/material. Tandem roller, vibrating roller, dan lain-lain
untuk pemadatan. Excavator dengan fungsi yang dapat diubah-ubah, misalnya :
backhoe, clamshell, shovel, dan lain-lain. Namun jika quarry tersebut terletak
di dasar laut, atau di pulau yang harus menyeberangi lautan, maka tipe-tipe
peralatan yang umum dipakai adalah sebagaimana yang tertera dalam tabel
dibawah.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Fisik Teluk Jakarta
Reklamasi
adalah penimbunan atau pengurukan kawasan perairan dengan tanah sehingga
menjadi sebuah lahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan sepeti,
perumahan, perkantoran, atau tempat wisata. Itu berarti aktivitas reklamasi di
sini sama artinya dengan mengorbankan daerah perairan untuk dijadikan daratan.
Tentu dalam hal seperti ini akan banyak menimbulkan pro dan kontra terkait
proses reklamasi ini. Di tengah sejumlah pertentangan dan protes yang
bergulir, pengembang terus melanjutkan proses fisik Reklamasi Teluk Jakarta
hingga hari ini. Sekretaris Perusahaan Agung Podomoro Land (APL) Justini Omas
menerangkan, pembuatan pulau masih terus berjalan lancar hingga hari ini.
"Iya, pembuatan pulau masih jalan, harapan rampungnya 2017 atau 2018, semoga
bisa lebih cepat," kata dia dalam pesan singkat via SMS kepada Republika. Pulau yang saat
ini tengah dikerjakan yakni Pulau G. Justini menerangkan, pulau tersebut
dikembangkan oleh PT Muara Wisesa Samudra (MWS) yang merupakan anak usaha tidak
langsung APLN melalui PT Kencana Unggul Sukses (KUS). MWS sudah mendapatkan
ijin pelaksanaan reklamasi dari Gubernur DKI Jakarta pada akhir 2014 untuk
dapat mulai membuat pulau.
MWS, lanjut dia, saat ini baru dan
sedang membuat pulau saja dan pulau tersebut belum jadi secara utuh.
"Daratan yang sudah muncul di atas air laut baru sekitar 18 persen saja
dari total pulau G yg sekitar 160 hektare," tuturnya. Ia menegaskan,
reklamasi Pulau G baru mengantongi izin pembuatannya, tapi belum ada izin tata
ruangnya. Sebab, Raperda zonasi dan tata ruang masih dibahas di tingkat
pemerintahan. Di sisi lain, permintaan penghentian pembangunan reklamasi terus
bergulir dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta DPR RI. Wakil Ketua
Komisi IV DPR Herman Khaeron meminta dilakukan penghentian sementara
pembangunan fisik reklamasi sejak 20 Januari 2015. "Kita sudah monitor
sejak 2013," katanya. Pembanhunan reklamasi boleh-boleh saja asalkan telah
terlebih dahulu melewati peraturan yang benar. Misalnya, Amdalnya dibuat regional
bukan parsial. Serta harus jelas dulu tanggung jawab lingkungan dan
masyarakatnya secara gamblang. Hal-hal tersebut yang belum dipenuhi oleh
pengembang dan pemerintah DKI Jakarta. "Penyusunan Amdal harus
teliti," ujarnya.
3.2 Hukum atau legal
Mega proyek reklamasi Teluk Jakarta
bukanlah hal baru dalam rencana perkembangan pembangunan Ibu Kota. Walaupun
telah mendapati penolakan dari masyarakat dan nelayan karena dampak yang
ditimbulkannya terhadap kerusakan lingkungan pesisir maupun penggusuran ruang hidup dan penghidupan nelayan di daerah
tersebut. Celakanya, meski banyak kajian akademik maupun keluhan warga sekitar,
hal itu tidak mampu menghentikan konstruksi yang dipandegani oleh PT Muara
Wisesa Samudera anak perusahaan PT Agung Podomoro Land itu. Meski kepemimpinan
di DKI Jakarta silih berganti seiring dengan berlangsungnya waktu, megaproyek
ambisius tersebut tetap kekeuh dilanjutkan.
Pemerintah DKI Jakarta sendiri telah berulang kali
menerbitkan peraturan untuk menjamin kelangsungan reklamasi. Terbaru, sejak
pertama dilantik pada 19 November 2014, Gubernur DKI Jakarta ‘Ahok’ Basuki
Tjahaja Purnama telah merilis sebanyak 4 (empat) izin pelaksanaan reklamasi.
Mulai dari Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2238 Tahun 2014;
Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2268 Tahun 2015; Keputusan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta No. 2269 Tahun 2015; dan Keputusan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No. 2485 Tahun 2015. Substansinya senada, memberikan izin kepada
beberapa perusahaan untuk melakukan reklamasi di pesisir Jakarta.
Terkait keluarnya izin pelaksanaan reklamasi, Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyebutkan setidaknya ada 5 pelanggaran
hukum yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Pertama, mereka telah
menerbitkan izin melampaui kewenangannya. Sebagai Ibukota Negara Indonesia, DKI
Jakarta telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Maka, kewenangan
pengelola dan pemanfaatannya tidak bisa terlepas dari peran pemerintah pusat.
Faktanya, KLHK yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat telah
menilai bahwa AMDAL Regional yang diajukan sebelumnya tak layak. Di samping
itu, ada tumpang tindih kewenangan antar lembaga. Kementerian Kelautan dan
Perikanan yang juga pemerintah pusat mengatakan bahwa perizinan seharusnya
turut melalui lembaganya itu. Hal ini mengingat bahwa yang direklamasi adalah
wilayah laut. Kedua, Pemerintah DKI menerbitkan izin reklamasi tanpa adanya
Perda Rencana Zonasi. Padahal berdasarkan UU No. 27 Tahun 2007 sebagai aturan
yang secara khusus mengatur pengelolaan sumber daya dan wilayah pesisir laut di
bawah 12 mil, pada Pasal 9 memandatkan adanya Peraturan Zonasi sebagai arahan
pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Peraturan tersebut bertujuan meminimalisasi adanya
konflik pemanfaatan sumber daya. Lalu sudah sejauh apa pembahasan mengenai
rancangan perda ini? Terbaru, KPK berhasil mengangkap basah anggota DPRD
Jakarta dalam dugaan kasus suap untuk memuluskan pembahasan raperda tersebut.
Pelanggaran hukum selanjutnya adalah penerbitan izin reklamasi tanpa didasarkan
pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU
No. 32 Tahun 2009, KLHS wajib dilakukan dalam penyusunan dan evaluasi
kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak atau
risiko lingkungan hidup. Reklamasi 17 pulau yang dipastikan akan mengubah
bentangan alam, adalah salah satu di antaranya. Penerbitan izin reklamasi
dengan penilaian lingkungan hidup secara parsial (setengah-setengah) tanpa
melalui kajian kawasan terpadu dan holistik, adalah pelanggaran keempat. Sudah
banyak kajian akademik maupun pendapat ahli yang menyatakan bahwa reklamasi
akan menimbulkan tiga dampak utama bagi lingkungan, yaitu sedimentasi,
eutrofikasi, dan penumpukan logam berat di dalam air.
Hal ini sudah dijabarkan dalam pembahasan sebelumnya.
Intinya, reklamasi akan memperburuk kondisi lingkungan di Teluk Jakarta.
Pelanggaran kelima disebabkan Pemerintah DKI Jakarta menerbitkan izin reklamasi
tanpa mengikuti prosedur perizinan lingkungan hidup berdasarkan PP No. 27 Tahun
2007. Perizinan lingkungan hidup berupa Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup, Izin Lingkungan, dan dokumen AMDAL tidak pernah diumumkan kepada
masyarakat luas, termasuk yang terdampak langsung yakni nelayan tradisional. Ironis,
sebagai pihak yang turut urun kepentingan, nelayan seolah-olah tidak dianggap
sebagai bagian dari masyarakat Jakarta. Terbitnya AMDAL Tunggal dan perizinan
dari Pemerintah DKI Jakarta patut menjadi pertanyaan bersama. Sebab di tengah
pergolakan tentangan masyarakat sekitar didukung pendapat ahli dan akademisi
mengenai dampak buruk reklamasi, pemerintah tidak gentar mengurungkan niatnya
membatalkan surat perizinan. Tertangkapnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dan
Direktur PT. Agung Podomoro Land oleh KPK seolah menjawab satu persatu
pertanyaan-pertanyaan besar masyarakat. Membawa publik pada dugaan ke arah yang
sama: reklamasi Teluk Jakarta sarat akan praktik korupsi.
3.3 Ekologi dan Lingkungan
Melalui pendekatan spasial, posisi relatif DKI Jakarta sudah
menunjukkan permasalahannya tersendiri. Sebab, Jakarta berada di pantai utara
Pulau Jawa yang memiliki kecenderungan morfologis landai. Sedangkan di sebelah
selatannya, terdapat dataran tinggi dan gunung-gunung, baik yang aktif maupun
sudah mati seperti Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan lain-lain. Ketinggian
tanah yang lebih rendah dibandingkan daerah di sekitarnya menjadikan Ibukota
Indonesia itu sebagai daerah aliran sungai (DAS). Tercatat ada lebih dari 25
anak sungai di dalam kota, 13 di antaranya adalah sungai besar. Masalah
keruangan Jakarta diperparah karena pegunungan di selatannya telah menjadi
jebakan uap air dari Laut Jawa. Air laut yang terevaporasi menjadi uap,
kemudian terbawa angin menuju ke daratan, salah satunya melalui Jakarta.
Angin membawa uap-uap tersebut terus menuju selatan,
hingga mencapai pegunungan atau ketinggian tertentu. Dengan karakteristik
pegunungan yang suhunya rendah, uap air mengalami kondensasi membentuk
titik-titik awan. Titik air inilah yang nantinya terakumulasi dan membentuk
hujan. Terjadilah hujan orografis yaitu hujan yang disebabkan karena pengaruh
ketinggian dan relief bumi. Itulah sebabnya, daerah pegunungan di selatan
Jakarta seperti Puncak dan Bogor memiliki curah hujan yang tinggi. Lalu
sebagaimana sifat air yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah, aliran air
ini melalui sungai-sungai yang mengular di Jakarta, menuju ke muara-muara
sungai di pantai Jakarta. Melalui pendekatan kelingkungan, sebagai muara
sungai, pantai utara Jakarta haruslah bersih dari segala hal yang dapat
memperlambat arus sungai. Karena jika tidak, sedimentasi dapat berlangsung
lebih cepat mengakibatkan pendangkalan sungai. Residu yang terbawa aliran
sungai ini dapat terdeposisi di teluk dan menghambat jalur air. Akibatnya saat
musim hujan dan air melimpah, sungai akan meluber menyebabkan banjir di daerah
sekitarnya. Di sinilah kita perlu mempertanyakan kebijakan pemerintah DKI
Jakarta mengizinkan reklamasi. Reklamasi
akan memperpanjang muara sungai dan memperlambat arus. Setidaknya, proses
tersebut akan menahan air dari 13 sungai besar di Jakarta sehingga dapat
mengakibatkan banjir yang lebih besar. Hal ini kontra dengan upaya pemerintah
dalam menanggulangi banjir, melalui pembangunan dan pembersihan kanal-kanal
yang selama ini telah dilakukan. Tidak hanya memicu peningkatan banjir luapan,
reklamasi juga akan memperparah banjir rob atau banjir yang disebabkan oleh
pasang naik. Menukil pakar lingkungan sekaligus tenaga pengajar di Departemen
Geografi FMIPA UI, Dr. Tarsoen Waryono, reklamasi membuat muka air laut naik.
Ketika terjadi pasang naik, terjadilah banjir rob yang lebih besar daripada
yang selama ini terjadi sebelum dilakukannya reklamasi. Akibatnya, pepohonan
yang tidak dapat beradaptasi dengan air asin akan mati karena terendam air
laut. Pantai utara Jakarta memang kerap dilanda banjir rob, tapi reklamasi
dapat memperparah hal itu. Belum cukup sampai di situ, melambatnya aliran air
akibat reklamasi dapat menyebabkan akumulasi sedimen dalam air.
Air sungai dan air laut lama kelamaan akan keruh karena
material yang terbawa air tidak teralirkan dengan lancar. Akhirnya, terjadilah
penurunan kualitas air. Sumur-sumur penduduk di sekitar pantai yang tadinya
payau akan menjadi asin. Berkurangnya kualitas air tawar, tambah Dr.Tarsoen
Waryono, juga memicu tumbuh kembangnya bakteri E-Colli yang apabila
terminum dapat menyebabkan penyakit disentri dan diare. Pada dasarnya, dampak
negatif reklamasi Teluk Jakarta terhadap lingkungan jauh lebih banyak
dibandingkan dengan manfaatnya. Satu-satunya pihak yang memperoleh keuntungan
dari reklamasi ini hanyalah pengembangnya saja. Mereka bisa menghemat banyak
biaya karena tidak perlu membeli tanah Jakarta yang harganya relatif mahal,
jauh dibandingkan harga mengebrug laut. Selain itu, ongkos untuk tinggal di
pulau buatan itu pun ditaksirkan mencapai miliaran rupiah yang berarti hanya
bisa dijangkau oleh kalangan elit. Sementara masyarakat sekitar pantai masih
banyak yang membutuhkan tempat hidup yang lebih layak, kini juga terancam
penghidupannya. Jika pemerintah terus berkilah akan dampak yang
ditimbulkan reklamasi ini, maka kita patut mempertanyakan: pembangunan di DKI
Jakarta untuk siapa? Kontaminasi Kimia Akibat Reklamasi Reklamasi
mengurangi dinamika air. Menurut riset dari Badan Pengkajian Dinamika Pantai
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP BPPT), muka air akan meningkat
hingga setengah sampai satu meter. Pulau-pulau buatan itu nantinya menghalangi
pergerakan air laut yang seharusnya lebih dinamis, sebagaimana tanggul yang menghalau
laju sungai.
Kondisi ini mirip dengan genangan air. Karena arus air
antara DKI Jakarta dan pulau buatan juga mengecil, sehingga secara progresif
air laut mengalami penurunan kualitas. Sebelumnya, BPDP BPPT telah melakukan
simulasi untuk menganalisis dampak pembangunan giant sea wall. Pembangunan
tersebut merupakan proyek sinergis dari reklamasi Teluk Jakarta yang saat ini
dilakukan. Hasilnya, mereka memastikan bahwa kebijakan tersebut terbukti dapat
menimbulkan penurunan kualitas air. Degradasi air dapat dilihat dari beberapa
indikator.
Beberapa di antaranya yaitu penurunan dissolved oxygen
(DO), kenaikan biological oxygen demand (BOD), dan penurunan salinitas air.
Ketiga indikator di atas telah positif terjadi pada simulasi yang dilakukan.
Indikator pertama adalah penurunan DO, yang merupakan kadar oksigen (O2)
terlarut dalam air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini
menunjukkan jumlah oksigen yang terkandung dalam badan air. DO menunjukkan
seberapa jauh perairan tersebut dapat menopang kehidupan bagi mahluk hidup di
dalamnya. Semakin rendah DO, semakin sedikit organisme yang bisa bertahan.
Dalam simulasinya, BPDP BPPT menemukan bahwa DO mengalami penurunan hingga 20
persen. Korelasinya dengan reklamasi Teluk Jakarta, hal serupa akan terjadi
jika proyek ini dilanjutkan. Kurangnya pergerakan air menyebabkan peredaran
oksigen terganggu dan terkonsentrasinya karbon dioksida (CO2) dalam air. Dampak
lanjutnya, organisme di dalam air perlahan-lahan akan mati. Indikator kedua
yang ditemukan dalam simulasi BPDP BPPT adalah kenaikan BOD hingga lebih dari
100 persen. BOD atau kebutuhan oksigen biologis menunjukkan jumlah oksigen yang
digunakan oleh mikroorganisme untuk menguraikan zat organik terlarut dan
sebagian zat-zat organik yang tersuspensi di dalam air.
Meningkatnya BOD hingga lebih dari 100 persen dalam riset
BPDP BPPT tentu menjadi temuan yang fantastis. Jika BOD tidak memadai, maka
organisme tidak dapat menguraikan zat organik sehingga zat-zat tersebut
terakumulasi di dalam air. Reklamasi Jakarta yang merupakan bagian dari proyek
giant sea wall ternyata berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem sedemikian
signifikan. Indikator selanjutnya, salinitas air menurun lebih dari 3 persen.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut. Dengan menurunnya
salinitas, maka biota laut seperti ikan, kerang, dan terumbu karang yang sudah
terbiasa dengan tingkat salinitas tertentu menjadi terganggu. Salinitas juga
berkaitan dengan tingkat kepekatan perairan.
Hal ini mempengaruhi osmoregulasi dari mahluk hidup laut,
yakni proses penyeimbangan cairan yang keluar dan masuk oleh organisme. Tidak
menutup kemungkinan ikan-ikan akan berpindah ke perairan lain yang salinitasnya
lebih cocok, sehingga berkuranglah hasil tangkapan nelayan di daerah sekitar reklamasi.
Kontaminasi Laut Jakarta juga bisa terjadi dari aliran lainnya. Misalnya,
sungai yang terhambat karena pulau hasil reklamasi. Unsur-unsur organik maupun
anorganik yang terbawa aliran sungai akan terkumpul dan menggenang di perairan
antara pantai Jakarta dengan pulau buatan. Selain itu, konsekuensi dari adanya
aktivitas manusia di pulau tersebut mau tak mau pasti menghasilkan limbah.
Dalam bentuk padatan, limbah bisa saja diangkut dan ditampung sebagaimana
penanganan selama ini. Namun, untuk limbah dalam bentuk cair rasanya tidak
mungkin tidak, pasti ada yang dialirkan ke laut. Itulah mengapa reklamasi Teluk
Jakarta dapat menimbulkan polusi bau. Selain karena pengendapan garam akibat
penyinaran matahari, zat-zat yang terkonsentrasi pada air laut dapat
menyebabkan kontaminasi secara kimiawi. Hal ini, menurut Dr. Tarsoen Waryono
lagi, berpeluang besar melanda masyarakat pesisir Jakarta pada saat terjadi
pasang surut. Pengaruh bau sangat besar, tergantung pada pasang naik dan pasang
surut air laut. Warga yang tinggal di pulau reklamasi mungkin bisa hidup
nyaman, namun tidak demikian dengan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Reklamasi sebagai Ancaman Ekologi dan Biota Laut Sebagai suatu ekosistem,
fungsi utama pesisir pantai Jakarta adalah menjadi penyedia sumber daya hayati
berupa perikanan, rumput laut, dan terumbu karang. Kawasan ini juga memiliki
peran sebagai penyedia sumber daya nirhayati seperti mineral yang tidak dapat
diperbarui.
Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap
perubahan, sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun
rekayasa, dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan keseimbangan ekosistem.
Terganggunya ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti memberikan
kerusakan ekosistem wilayahnya. Kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai.
Apabila terjadi penurunan kualitas murni pesisir pantai, maka dampak terbesar
yang secara langsung akan dirasakan adalah dampak ekologi dan biologis. Dampak
biologis akan sangat mempengaruhi apabila reklamasi Teluk Jakarta ini terus
dijalankan. Bentuknya berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang,
padang lamun, estuaria dan penurunan keanekaragaman hayati.
Penurunan keanekaragaman hayati disebabkan oleh
pencemaran laut akibat kegiatan di area reklamasi yang akan menyebabkan
kematian ikan. Selain itu, rusaknya ekosistem atau habitat pada wilayah
reklamasi akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Dampaknya, biota laut
baik flora dan fauna akan mencari habitat baru. Sudah dapat dipastikan punahnya
keanekaragaman hayati seperti spesies mangrove, ikan, kerang, kepiting, burung,
dan berbagai keanekaragaman hayati, adalah akibat lanjutnya. Musnahnya habitat
biota laut ini akan memberikan dampak signifikan terhadap keseimbangan alam.
Apabila gangguan dilakukan dalam jumlah besar, maka dapat mempengaruhi
perubahan cuaca serta kerusakan alam dalam skala yang luas. Kualitas karang
bisa dihitung dari persentase karang hidup pada masing-masing lokasi yang
diteliti. Indikatornya adalah jika kondisi ketertutupan antara 75-100 persen
maka kualitasanya sangat baik. Antara 50-75 persen baik dan jika nilainya di
bawah 50 persen maka dikategorikan buruk. Reklamasi pantai dapat merusak
kondisi karang hidup. Hal ini sudah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan
oleh Marine Science Diving Club (MSDC) Universitas Hassanudin pada Desember
2015 lalu, bahwa dengan metode transec point didapatkan data penurunan kualitas
terumbu karang di pesisir pantai Makasar.
Ciri-ciri kerusakan itu dinilai akibat adanya penindakan
reklamasi pada wilayah pesisir pantai. Selain reklamasi, faktor kecil lainnya
adalah pengeboman dan pembiusan walau ukurannya sangat kecil. Kerusakan yang
banyak ditemukan saat penelitian adalah meningkatnya kekeruhan air dan
banyaknya pasir yang menutupi karang hasil dari sedimentasi reklamasi. Oleh
karena itu, reklamasi pantai sangat jelas memberikan dampak buruk pada terumbu
karang. Hal itu pula yang akan terjadi pada reklamasi Teluk Jakarta. Peraturan
Menteri ESDM pada Tahun 2014 Pasal 1 Poin 1 mendefinisikan reklamasi sebagai
kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Namun hasil dari pembahasan di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa reklamasi Teluk Jakarta lebih banyak memberikan
dampak buruk terutama pada faktor lingkungan dan biologis lainnya.
Menyoal AMDAL Hulu dari perizinan suatu proyek yang
menyangkut kualitas lingkungan adalah adanya dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
atau yang akrab disingkat menjadi AMDAL. Dokumen tersebut merupakan suatu
proses studi formal yang dipergunakan untuk memperkirakan dampak terhadap
lingkungan oleh adanya kegiatan atau rencana proyek yang bertujuan memastikan
adanya masalah dampak lingkungan yang perlu dianalisis pada tahap awal
perencanaan dan perancangan. Menurut PP No. 27 Tahun 1999, AMDAL ini digunakan
sebagai bahan pertimbangan bagi para pembuat keputusan, biasanya erat kaitannya
dengan perizinan usaha dan kegiatan. Dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta,
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK San Afri Awang
mengaku pernah terlibat dalam penilaian AMDAL untuk proyek reklamasi Teluk
Jakarta sejak 2002. Menurut akunya, pemerintah pusat yang diwakili oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kala itu menilai AMDAL yang diajukan
pemrakarsa tidak layak dan tidak memenuhi syarat AMDAL Regional. AMDAL Regional
adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan
terkait satu sama lain. KLHK mengusulkan pemrakarsa proyek untuk membuat AMDAL
Regional agar dapat menghimpun jawaban dan antisipasi atas sejumlah masalah
lingkungan semua pulau reklamasi secara keseluruhan.
Nyatanya, AMDAL Regional yang diajukan pihak pengembang
tidak memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan. Rupanya, Dewi Fortuna seolah
sedang memihak pengembang proyek. Setelah ditolak KLHK, pengadilan memutuskan
bahwa penilai AMDAL diambil alih oleh Pemerintah DKI Jakarta dan menggunakan
AMDAL Tunggal per pulau, yaitu studi kelayakan lingkungan untuk kegiatan yang
dilakukan untuk satu jenis kegiatan. Masalahnya, AMDAL Tunggal tidak dapat
dipakai untuk mengintergrasikan jaminan kesehatan lingkungan bagi kawasan
sumber pasir yang dikeruk untuk bahan baku pulau, biota laut dan banyak
ekosistem terkait. Ironisnya, dokumen inilah yang digunakan Pemerintah DKI
menerbitkan izin reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta.
Presiden
Joko Widodo (Jokowi) memastikan proyek reklamasi 17 pulau yang dilakukan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa tetap berjalan. Proyek ini akan
diintegrasikan dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta atau National Capital
Integrated Costal Development (NCICD). Dia mengingatkan bahwa penurunan
muka tanah di DKI Jakarta sudah sangat mengkawatirkan, rata-rata 7,5 - 12
sentimeter (cm) per tahun. Diperkirakan seluruh Jakarta Utara akan terendam dan
berada di bawah permukaan laut pada tahun 2030. Padahal, sebagai ibukota
negara, DKI Jakarta harus memiliki ketahanan dan daya dukung lingkungan yang
berkelanjutan. Baik dalam hal penyediaan kualitas air bersih, mitigasi
penurunan permukaan tanah, pengelolaan air limbah, revitalisasi alur sungai,
dan pengendalian banjir.
Melihat
kondisi ini, Jokowi mengatakan pembangunan pesisir Ibukota (NCICD) yang sudah
lama digagas, akan menjadi solusi. “Jangan dipersempit hanya yang berkaitan
dengan reklamasi Jakarta saja,” kata Jokowi dalam rapat terbatas (ratas)
mengenai reklamasi Teluk Jakarta, di Kantor Presiden, Jakarta,
Jokowi menceritakan pengalamannya saat
berkunjung ke Belanda pekan lalu. “Saya melihat pengelolaan air, water
supply, sanitasi, dan yang lain-lainnya, juga nantinya yang berkaitan dengan
pengembangan pelabuhan, bandara, jalan tol, transportasi massal. Ini
betul-betul semuanya harus terintegrasi dengan baik,” ujarnya. Dalam rapat
tersebut, Jokowi menekankan tiga hal penting yang harus dipenuhi dalam
pembangunan pesisir Jakarta.Pertama, dari aspek lingkungan, baik biodata laut
maupun magrove.
Kedua,
aspek hukum, mengikuti kaidah-kaidah serta aturan-aturan hukum yang
berlaku. Ketiga, aspek sosial, khususnya berkaitan dengan kehidupan
nelayan. Dia juga menekankan bahwa proses pembangunan proyek ini sepenuhnya
harus dikendalikan oleh pemerintah, bukan swasta. Sekretaris Kabinet Pramono
Anung mengatakan NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) yang
di dalamnya termasuk pembangunan tanggul laut rakasasa ini selanjutnya akan
disebut sebagai Proyek Garuda. Proyek ini berbeda dengan reklamasi 17 pulau
yang tengah menuai kontroversi saat ini.
Jokowi meminta Bappenas menyelesaikan rencana
besar Proyek Garuda yang terintegrasi dengan 17 pulau reklamasi. Desain besar
ini setidaknya bisa rampung selama enam bulan masa moratorium proyek
reklamasi. Penyelesaian rancangan induk (grand design) ini diikuti dengan
membenahi proyek reklamasi yang sudah berjalan.
"Gubernur
DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat diminta mensinkronisasikan dan
mengintegrasikan semua peraturan perundangan, dan juga menyampaikan ke Bappenas
untuk menjadi perencanaan bersama," kata Pramono. Gubernur DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama mengatakan proyek reklamasi akan tetap dilanjutkan.
Moratorium hanya diperlukan untuk membenahi tafsir dan pemahaman mengenai
proyek ini. Bahkan, dia memperkirakan reklamasi bisa kembali berjalan, sebelum
enam bulan masa moratorium.
Dalam
waktu dekat, Jokowi juga akan merevisi Keputusan Presiden terkait
reklamasi tahun 1995, dan menyesuaikannya dengan kondisi sekarang. Meski proyek
reklamasi akan kembali dilakukan, dia memastikan proses hukum terkait kasus
reklamasi ini tetap berjalan. “Hukum jalan saja, urusan ini urusan beda,”
ujarnya. Menurutnya dalam hasil rapat tersebut memutuskan bahwa mekanisme
perizinan proyek reklamasi 17 pulau ini akan dipegang lebih banyak oleh
Pemerintah DKI Jakarta, yakni Pulai A sampai M. Sisanya untuk Pulau N, O, P,
dan Q, izinnya berada di bawah Kementerian Perhubungan. Karena empat pulau
tersebut sejalan dengan proyek Pelabuhan New Priok.
Pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia (UI), Tarsoen
Waryono, mengatakan, reklamasi Teluk Jakarta lebih banyak menimbulkan dampak
negatif daripada positif. Menurut dia, ada lima dampak negatif dari reklamasi
pulau. Berikut adalah dampak negatifnya.
1. Membuat
air laut menjadi naik, berarti akan menambah banjir rob, berarti akan membunuh
pepohonan yang tidak mampu beradaptasi dengan air asin
2. Sumur-sumur
penduduk di sekitar pantai yang tadinya payau akan menjadi asin.
3. Tumbuh
dan berkembangnya bakteri E
coli. Bakteri E coli berkembang jika air tawar di Jakarta
berkurang. Bakteri ini jika dilihat dengan perbesaran 300 kali mikroskop akan
kelihatan sekali.
4. Warga
yang tinggal di pulau reklamasi mungkin akan nyaman, tapi tidak masyarakat yang
tinggal di sekitarnya. Jika kanalnya tidak dibuat dengan baik, pengaruh bau
akan besar sekali. Sebab, air asin akan mengendap, terkena panas, dan terjadi
proses kontaminasi secara kimia. Hal tersebut tentu saja akan membuat wilayah
sekitar menjadi bau, namun akan hilang dan muncul tergantung dari pasang-surut
air laut.
5. Reklamasi
berdampak buruk untuk mangrove. Sebab, pasang-surut air laut menyebabkan
habitat dan kualitas tanah berubah sehingga jenis tanaman tertentu tidak dapat
tumbuh, temasuk mangrove.
Menurut Tarsoen, keuntungan
reklamasi hanya dapat dirasakan para pengembang. Sebab, mereka tidak perlu
membeli tanah. Mereka hanya perlu menguruk laut dan itu jauh lebih murah.
"Orang-orang juga akan lebih senang karena berada di dekat perairan laut.
Misalkan masih ada tanaman mangrove, orang jadi suka. Itu kan yang diuntungkan hanya
pengembang," ujarnya. Sementara, rumah untuk habitat kepiting, kerang, dan
sebagainya hilang. Oleh karena itu, dia menuturkan lebih banyak dampak buruk
untuk lingkungan daripada dampak negatif.
Berdasarkan analisis melalui disiplin Ilmu-ilmu
Alam, reklamasi dapat menyebabkan beberapa ancaman yang nyata bagi lingkungan,
yaitu:
1. Memperlambat
arus muara dan meningkatkan banjir luapan saat musim hujan.
2. Meningkatkan
muka air laut sehingga memperparah banjir rob saat terjadi pasang naik air
laut.
3. Mempercepat
akumulasi sedimen dan pendangkalan sungai.
4. Menurunnya
kualitas air dan berkembangnya bakteri berbahaya.
5. Memicu
kontaminasi air dan polusi bau.
6. Mengganggu
ekosistem dan mengancam biota laut.
Imbas reklamasi juga akan memengaruhi
pendapatan nelayan kecil yang mencari ikan di wilayah teluk Jakarta. Reklamasi
akan mempersempit wilayah tangkapan nelayan tradisional.
3.5 Ekonomi
Dari sektor ekonomi, pemerintah dan pengembang mengeklaim
didirikannya pulau buatan itu akan mampu menunjang perekonomian dan memperindah
Ibukota. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
menyebut proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta telah menurunkan pendapatan
nelayan sekitar 40 hingga 50 persen. "Jelas berdampak besar pada sisi
ekonomi, sekarang sekitar 40 hingga 50 persen penghasilan nelayan berkurang,"
kata Ketua Dewan Pembina KNTI Chalid Muhammad dalam sebuah diskusi publik di
Jakarta. Dalam diskusi bertajuk "Reklamasi Penuh Duri" tersebut,
Chalid mengatakan bahwa ribuan nelayan teralienasi karena akses mereka untuk
melaut menjadi terbatas sejak perairan utara Jakarta diprivatisasi dengan
pulau-pulau buatan tersebut.
"Hasil tangkapan menurun drastis karena kualitas laut Jakarta makin buruk. Reklamasi telah menambah tingkat kekeruhan air sehingga nelayan harus pergi lebih jauh untuk menangkap ikan," ujarnya.
"Hasil tangkapan menurun drastis karena kualitas laut Jakarta makin buruk. Reklamasi telah menambah tingkat kekeruhan air sehingga nelayan harus pergi lebih jauh untuk menangkap ikan," ujarnya.
Selain itu, kegiatan pembangunan di
pulau-pulau reklamasi juga mengakibatkan laju arus air melambat hingga
berpotensi menggenangi kampung nelayan. Dari sisi sosial, pulau reklamasi yang
lebih diperuntukkan bagi warga dengan penghasilan besar itu dianggap akan makin
menunjukkan kesenjangan sosial jika disejajarkan dengan tempat tinggal nelayan
yang sebagian besar merupakan perkampungan kumuh. Meskipun pendapatan berkurang
dan sebagian nelayan terpaksa menyambung hidup dengan menjadi buruh serabutan,
tidak banyak nelayan yang ingin beralih profesi. "Untuk beralih dari
nelayan ke pekerjaan lain, kan tidak mudah, itu sudah jadi akar budaya mereka.
Laut adalah bagian penting kehidupan nelayan," tutur Chalid.
Sependapat dengan Chalid, Wakil
Ketua Forum Kerukunan Masyarakat Nelayan Muara Angke Sugiyanto mengakui bahwa
proyek reklamasi memengaruhi nelayan dari sisi ekonomi. "Dahulu kalau ke
pulau gampang sekarang tidak bisa. Tidak bisa bikin ternak kerang ijo lagi
karena hancur akibat proyek Pulau G, kapal juga tidak bisa masuk,"
ungkapnya. Sugiyanto, warga Muara Angke, mengakui berbagai kegiatan nelayan di
sekitar tempat tinggalnya berkurang sejak 2012 atau sejak proyek reklamasi
mencuat. Nelayan di Muara Angke dan sekitaran Teluk Jakarta mencari hasil laut dengan
perahu cumi, perahu rampus, dan bagan tancap. Namun, kata Sugiyanto, proyek
reklamasi mengurangi kegiatan melaut para nelayan. Kawasan Jakarta Utara
ditutup, bagaimana kapal bisa masuk? Bohong kalau (reklamasi) tidak berdampak
pada nelayan," ucapnya.
Gara-gara proyek
reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, pendapatan nelayan di sana turun 40%
hingga 50%. “Jelas berdampak besar pada sisi ekonomi, sekarang 40 hingga 50
persen penghasilan nelayan berkurang,” kata Ketua Dewan Pembina Kesatuan
Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Chalid Muhammad, pada diskusi publik
bertajuk “Reklamasi Penuh Duri” di Jakarta. Ribuan nelayan, lanjutnya,
teralienasi karena akses mereka untuk melaut menjadi terbatas sejak perairan
utara Jakarta diprivatisasi dengan pulau-pulau buatan tersebut. “Hasil
tangkapan menurun drastis karena kualitas laut Jakarta semakin buruk. Reklamasi
telah menambah tingkat kekeruhan air sehingga nelayan harus pergi lebih jauh
untuk menangkap ikan,” tutur Chalid.
Kegiatan pembangunan di pulau-pulau reklamasi juga
mengakibatkan laju arus air melambat sehingga berpotensi menggenangi kampung
nelayan. Selain itu, dari sisi sosial, pulau reklamasi yang lebih diperuntukkan
bagi warga dengan penghasilan besar itu akan semakin menunjukkan kesenjangan
sosial jika disejajarkan dengan tempat tinggal nelayan, yang sebagian besar
merupakan perkampungan kumuh. Kendati pendapatan berkurang dan sebagian nelayan
terpaksa menyambung hidup dengan menjadi buruh serabutan, ungkap Chalid lagi,
tidak banyak nelayan yang ingin beralih profesi. “Untuk beralih dari nelayan ke
pekerjaan lain kan tidak mudah, itu sudah jadi akar budaya mereka. Laut adalah
bagian penting kehidupan nelayan,” ujarnya.
Senada dengan Chalid, Wakil Ketua Forum Kerukunan
Masyarakat Nelayan Muara Angke Sugiyanto mengakui, proyek reklamasi memengaruhi
nelayan dari sisi ekonomi. “Dulu ke pulau gampang, sekarang tidak bisa. Tidak
bisa bikin ternak kerang ijo lagi karena hancur
akibat proyek Pulau G, kapal juga tidak bisa masuk,” kata Sugiyanto. Warga
Muara Angke itu mengungkapkan, berbagai kegiatan nelayan di sekitar tempat
tinggalnya berkurang sejak 2012 atau sejak proyek reklamasi mencuat. Nelayan di
Muara Angke dan sekitaran Teluk Jakarta mencari hasil laut dengan perahu cumi,
perahu rampus, dan bagan tancap. Tapi, kata Sugiyanto, proyek reklamasi
mengurangi kegiatan melaut para nelayan. “Kawasan Jakarta Utara ditutup,
bagaimana kapal bisa masuk? Bohong kalau tidak berdampak pada nelayan,” ujar
Sugiyanto.
Sebelumnya, pada 7 April lalu, dalam akun Twitter
resminya, ekonom senior yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim,
mengatakan akibat perubahan iklim global, permukaan laut naik, sehingga akan
menghambat air sungai masuk laut dan air sungai pun akan masuk kembali arah
hulu. Akibatnya, banjir akan semakin besar di Jakarta dan diprediksi tahun 2050
akan menghantam Monas. Emil Salim juga mengatakan, naiknya permukaan laut
mengubah eko-sistem Teluk Jakarta dan memukul nelayan. “Penting = bangun sea-wall, manage banjir;
bangun fishing ground, selamatkan pantai,” tulis Emil.
3.6 Sosial
Pengamat sosial dari Universitas Indonesia, Ricardi S Adnan
mengatakan perubahan lingkungan dapat merubah sikap, pola perilaku, kebiasaan
dan kebiasaan yang terkait dengan hal teknis. "Kebijakan tentang isu reklamasi sudah terjadi sejak tahun
2010, setelah itu baru dibangun dan menjadi masalah. Kemudian baru sadar bahwa
ancaman terhadap nelayan tersebut begitu besar," katanya, Sabtu (9/4). Ricardi
menuturkan reklamasi sebelum dilakukan harus dipikirkan secara matang. Tak
hanya soal infrastruktur namun dampak lingkungan dan sosialnya harus
diperhatikan sangat serius. Dan terkaitsoal reklamasi pantai sebenarnya
pengaruh reklamasi tidak terlalu besar terhadap nelayan, kalau hal ini disosialisasikan
dan diantisipasi jauh-jauh hari.
"Nah yang jadi masalah tidak terpikirkan secara utuh,
kepentingan dari pemprov DKI Jakarta hanya sekedar memperluas area dan
menambah income-nya saja," terang dia. Sementara, undang-undang gangguan
keamanan lingkungan, menurut Ricardi malah dilupakan oleh Pemprov DKI
Jakarta. Padahal sebelum mereklamasi mereka harus meminta izin kepada stakeholder seperti komunitas nelayan yang ada di
sekitar wilayah itu. Namun pada sisi yang lain, dari segi undang-undangnya juga
banyak kelemahan karena tidak mengatur masalah reklamasi sampai detail. "Tetapi mestinya Pemprov dengan
banyak orang pintar termasuk anggota dewannya sendiri sudah mengantisipasi dan
memikirkan hal ini," tutur dia. Mengenai nasib nelayan. Ricardi
menegaskan agar masalah sosial masyarakat ini juga diperhatikan karena
reklmasi itu akan menghilangkan wilayah tangkapan ikan. "Seharusnya para
nelayan diberdayakan dulu, diubah perilaku dan sikapnya untuk menjadi nelayan
besar seperti luar negeri. Bila ini dilakukan terlebih dahulu maka situasinya
itu akan berbeda," tutur dia.
Data dari DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
Martin Hadiwinata mengatakan di wilayah Teluk Jakarta itu ada sekitar 17.000
nelayan penangkap ikan. Besaran angka tersebut dapat bertambah karena proses
penangkapan ikan ada tiga tahap, pra-penangkapan ikan, saat penangkapan ikan,
dan pasca-penangkapan ikan.
3.7 Budaya
Sejarawan JJ Rizal menilai pembangunan di
Indonesia saat ini tak mengindahkan pendekatan kebudayaan dan kearifan lokal.
Contohnya, proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta dan reklamasi Teluk
Benoa, Bali. “Bayangkan, itu
sungai-sungai yang ada histori dengan leluhur warga Bali dinafikkan,” ujar dia
di Jakarta, ditulis Senin (21/3). Sedangkan
di Jakarta, proyek reklamasi salah satunya bakal menenggelamkan Pulau Onrust,
salah satu situs tentang sejarah Indonesia di masa penjajahan Belanda. “(Pulau
Onrust) akan habis karena ada perubahan arus laut akibat reklamasi,” jelas
alumnus Universitas Indonesia (UI) ini. Menurut
dia, baik reklamasi Teluk Jakarta ataupun Benoa tidak ada kepentingan apapun
bagi mayoritas warga Jakarta kecuali bagi segelintir kaum aristokrasi saja,
seperti bandar dan agen properti kelas kakap. “Jadi bukan masalah perbaiki
kondisi lingkungan. Itu ada buktinya di riset Kementerian Kelautan dan
Perikanan, bahkan ada dua buku soal itu,” beber dia.
Sejauh ini, para nelayan di Teluk Jakarta
masih melanjutkan proses gugatan atas izin reklamasi yang mengancam keberadaan
mereka dan juga ekosistem laut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Di saat yang sama, DPRD DKI justru tengah berupaya keras agar dua rencana
aturan daerah sebagai payung hukum proyek reklamasi bisa disahkan. Buktinya,
sudah tiga kali sidang paripurna digelar demi dua raperda itu disahkan. Muncul
dugaan kuat, ada semacam kongkalikong antara DPRD DKI, Gubernur DKI Basuki
Tjahaja Purnama dan pihak pengembang reklamasi, salah satunya Agung Podomoro
Land, agar proyek reklamasi Teluk Jakarta bisa terealisasi.
Menjauhkan nelayan dari laut merupakan
kesalahan fatal yang dilakukan Pemprov DKI karena telah menggusur warga yang
tinggal di kawasan Luar Batang, Jakarta Utara, karena adanya reklamasi Teluk
Jakarta. Harusnya, ada solusi yang dapat memberi manfaat untuk kelangsungan
hidup masyarakat pesisir Jakarta. Direktur
Eksekutif Center for Ocean Development and Maritime Civilization (Commit),
Muhamad Karim mengatakan, proyek reklamasi Teluk Jakarta lebih banyak
menimbulkan dampak negatif ketimbang nilai positifnya bagi masyarakat pesisir,
khususnya mereka yang menggantungkan hidup dari laut.
Menurut Karim,
perlu ada revitaliasasi dan rekonstruksi Kampung Nelayan dengan mengembangkan
Model Coastal Eco-Village. Tak hanya itu, penyediaan infrastruktur pendukung
seperti pembangunan pelabuhan tambatan kapal, pemecah ombak, dan mendukung
wisata kuliner berbasis seafood juga diperlukan bila reklamasi harus terjadi.
"Masyarakat pesisir Teluk Jakarta secara historis, sosiologis, dan
antropologis telah menempati wilayah itu semenjak sebelum Indonesia merdeka.
Jadi, penggusuran dan rekalamasi bakal menghilangkan warisan budaya dan
peradaban maritim," ujarnya, Rabu, 20 April 2016.
Kedua,
menyiapkan instruksi kelembagaan yang mendukung pengembangan kampung nelayan
berupa Perda Pengelolaan dan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di
kawasan pesisir Teluk Jakarta, yang bisa memberikan keadilan distribusi ruang
dan ekologi sehingga nelayan tidak menjadi korban pembangunan. "Jadi buat
Perda yang berpihak pada nelayan, bukan malah sebaliknya membuat Perda untuk
mendukung reklamasi yang belum tentu mensejahterakan nelayan tradisional,"
ujarnya menambahkan.
Gambar
Reklamasi
KPK
Akan Periksa Direktur Agung Sedayu. Ketiga, pilihan
terakhir adalah merelokasi nelayan ke tempat yang sesuai dengan
habitus, istilah biologi yang berarti tindakan naluriah kehidupannya
sehingga mudah mengakses dan mendapatkan sumber daya yang menjadi sumber
pendapatan keluarganya.
Alasannya, ada dampak
sosial jika reklamasi tetap dilanjutkan yang bakal memperparah defisit sosial
dan merusak metabolisme sosial. Akibatnya, angka pengangguran dan kemiskinan
akan bertambah.
Pasalnya,
dampak yang akan terjadi dari reklamasi dan penggusuran di Teluk Jakarta akan
menghilangkan daerah penangkapan ikan yang mencapai 1.527,34 hektare yang
diperkirakan menimbulkan kerugian mencapai 314,5 miliar rupiah bagi nelayan
tradisional yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas
perikanan. “Makanya Pemda DKI harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah
asal nelayan dan menyediakan permukiman dan sarana produksi bagi nelayan.”
3.7.1 Reklamasi Teluk Jakarta
Sebelum kita memahami
tentang salah satu isu teranyar yang di hadapi rakyat indonesia, khususnya yang
terjadi di DKI Jakarta, kita perlu memahami apa itu reklamasi. Reklamasi adalah
penimbunan atau pengurukan kawasan perairan dengan tanah sehingga menjadi
sebuah lahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan sepeti, perumahan,
perkantoran, atau tempat wisata. Itu berarti aktivitas reklamasi di sini sama
artinya dengan mengorbankan daerah perairan untuk dijadikan daratan. Tentu
dalam hal seperti ini akan banyak menimbulkan pro dan kontra terkait proses
reklamasi ini. Bila kita kaitkan dengan salah satu konsep dasar dalam ilmu
ekonomi, reklamasi ini sama seperti konsep opportunity cost, di mana kita harus
memilih hal yang memiliki tingkat efisiensi tinggi dan mengorbankan sesuatu
yang tidak membawa manfaat. Namun memilih bukan lah hal yang mudah untuk
dilakukan ketika kita dihadapkan kepada dua pilihan.
Tentu harus ada
beberapa pertimbangan-pertimbangan yang harus dipertimbangkan terkait reklamasi
ini, dan perlu ada analisis lebih lanjut apakah reklamasi ini memang perlu atau
tidak. Jakarta adalah ibu kota dari negara kita, indonesia. Dengan statusnya
sebagai ibu kota negara, jakarta tentu memiliki nilai tambah daripada kota-kota
lain yang ada di indonesia. Kota dengan jumlah total penduduk yang mencapai
hampir 10 juta jiwa ini menjadi salah satu kota besar yang menjadi roda
penggerak perekonomian di indonesia. Gedung-gedung besar dan bertingkat,
kawasan industri, kawasan perbelanjaan, apartemen, real estate, sangat akrab di
mata para peduduk di jakarta setiap menyusuri sudut-sudut kota jakarta. Kota
yang sungguh luar biasa dan bisa di bilang “ the city is never sleep “ karena
hampir selama 24 jam selalu ada kegiatan ekonomi yang terjadi.
Reklamasi di jakarta
bukan merupakan hal yang baru, Reklamasi di bagian utara Jakarta sudah mulai
pada 1980-an. PT Harapan Indah mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400
meter dengan penimbunan. Daerah baru yang terbentuk digunakan untuk permukiman
mewah Pantai Mutiara. PT Pembangunan Jaya melakukan reklamasi kawasan Ancol
sisi utara untuk kawasan industri dan rekreasi pada 1981. Hutan bakau Kapuk
yang direklamasi sepuluh tahun kemudian untuk pemukiman mewah yang kini disebut
Pantai Indah Kapuk. Jakarta mereklamasi buat kepentingan industri yakni Kawasan
Berikat Marunda pada 1995. Gubernur DKI Jakarta waktu itu Wiyogo Atmodarminto
menyatakan, reklamasi ke utara Jakarta dipilih karena perluasan ke arah selatan
sudah tidak memungkinkan lagi. Pada 1995, Presiden Soeharto mengeluarkan
Keputusan yang menjadi dasar reklamasi, Keppres No. 52/1995 tentang Reklamasi
Pantai Utara Jakarta.
Dua tahun kemudian,
Bappenas menggeluarkan Keputusan Ketua Bappenas
No.KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara
Jakarta. Tahun 2010, terbentuk Persetujuan KLHS Teluk Jakarta oleh Kementerian
LH dan disepakati oleh tiga Provinsi, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Pada
2003, Kementerian Lingkungan Hidup memutuskan proyek reklamasi ini tak layak.
Pada 2011, para pengembang di calon lahan reklamasi memenangkan gugatan
Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Sejak 2012, proyek ini berjalan lancar.
Ada 17 pulau yang akan dibangun, mulai dari pulau A hingga Q. Tiga kawasan akan
membagi pulau ini Kawasan barat untuk pemukiman dan wisata. Kawasan tengah
untuk perdagangan jasa dan komersial. Sedang kawasan timur untuk distribusi
barang, pelabuhan, dan pergudangan.
Kembali membahas isu
terkait reklamasi teluk jakarta. Pro kontra tentang reklamasi teluk jakarta
yang diketahui telah ada sejak era pemerintahan tjokro pranolo yang saat itu
menjadi pemimpin tertinggi di DKI jakarta. Sejak hal itu terjadi sekitar tahun
1995, pemprov dki jakarta terlibat perang dingin dengan kementrian lingkungan
hidup terkait reklamasi tersebut. Pemprov dki jakarta berpendapat bahwa jakarta
reklamasi itu sesungguhnya sangat perlu mengingat ketersediaan lahan hidup di DKI
sudah overload dan selain itu, reklamasi adalah solusi untuk
mengatasi masalah musiman yang terjadi di jakarta, yaitu banjir. Hal yang
berbeda di suarai oleh kementrian lingkungan hidup, dan itu menyulut perang
dingin antara pemrov dki jakarta dan kementrian lingkungan hidup dan menaikan
tensi di antara mereka. Saat ini kepemimpinan jakarta yang di pimpin oleh
basuki tjahaya purnama atau yang di kenal dengan ahok ini sama samangatnya
dengan pemimpin-pemimpin jakarta sebelumnya yang mendukung reklamasi di teluk
jakarta. Tanggapan serius, langsung datang dari kementrian kelautan dan
perikanan di bawah kepemimpinan menteri susi pudjiastuti terkait reklamasi
tersebut.
Kementrian kelautan dan
perikanan menilai bahwa reklamasi tersebut tidak boleh terus dilakukan
berdasarkan kepentingan developer properti semata, seperti pembangunan hotel,
apartemen, komplek perumahan, dan sebagainya. Namun pemprov jakarta berdalih
bahwa buka untuk kepentingan developer properti namun untuk menyelamatkan kota
jakarta yang terancam tenggelam 10 tahun lagi jika tidak di benahi kata ahok
yang menjadi orang nomer 1 di jakarta. Reklamasi telah membuat Tensi yang
tinggi dan semakin memanasnya hubungan antara kementrian lingkungan hidup dan
kementrian kelautan dan perikana dengan pemprov dki jakarta.
Mari kita rehat sejenak
dari perseteruan antara kementrian yang terkait dengan masalah reklamasi dan
pemprov dki jakarta dan mulai menanalisa keuntungan dan kerugian yang di dapat
dari reklamasi teluk jakarta ini.
1.
Keuntungan/
dampak positif reklamasi
Untuk melihat keuntungan atau manfaat yang di
timbulkan dari adanya reklamasi ini, kita perlu melihanya, setidaknya dari 3
aspek yang memiliki keterkaitan antara satu aspek dengan lainnya. Aspek
tersebut antara lain ; ekonomi; lingkungan; dan sosial dan budaya. Manfaat dari
adanya reklamasi adalah sebagai berikut.
a.
Aspek ekonomi
Reklamasi kini dijadikan pilihan dalam memperluas
lahan guna memenuhi kebutuhan akan permukiman. Hal ini disebabkan menipisnya
mahalnya lahan di daratan dan semakin menipisnya jumlah lahan di daratan,
terlebih di kawasan pelabuhan. Seiring perkembangannya, pelabuhan menjadi area
yang sangat luas kerana menjadi salah satu pintu masuk terbesar untuk kegiatan
ekspor-impor. Karena dinilai efisien dalam memotong biaya transportasi,
pelabuhan sering digunakan perusahaan untuk melakukan kegiatan ekspor-impor.
b.
Aspek lingkungan
Pada dasarnya, proyek reklamasi yang kenatal dengan
aspek lingkungan ini, umumnya bisa menjadi lebih aman karena konstruksi
pengamanan saat proses pembangunannya telah disiapkan untuk keadaan yang sangat
parah, jadi sudah di siapkan sekuat mungkin untuk menghadapi kondisi terberat
seperti terjangan ombak laut, dan maanfaat lainnya adalah mengkonfigurasi ulang
pantai yang terkena abrasi pantai sebelumnya ke bentuk semula.
c.
Aspek sosial dan
budaya
Dalam aspek ini, reklamasi dapat mengurangi kepadatan
yang menumpuk di kota dan menciptakan wilayah baru yang bebas dari penggusuran
karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah dan pengembang.
2.
Kerugian/ dampak
negatif reklamasi
Ternyata dampak dari adanya reklamasi bukan hanya
positifnya saja yang terjadi, namun bahkan dampak negatifnya bisa lebih besar
dari positifnya. Dampak negatif yang di timbulkan dari adanya reklamasi ini
adalah sebagai berikut.
a.
Meningginya permukaan air laut
Meningginya permukaan air laut yang disebabkan oleh
tambahan berat wiyah baru yang di reklamasi membuat air di area tersebut
menjadi tidak memiliki ruang dan menyebabkan meluapnya air laut ke daerah
sekitar pesisir pantai atau bahkan daerah lainnya yang jaraknya jauh dari
proyek reklamasi tersebut.
b.
Daerah rawan
tenggelam
Karena kegiatan reklamasi tersebut, sesuai lanjutan
dari poin pertama bahwa permukaan air yang meninggi tersebut akan meluap ke
daerah-daerah penduduk di sekitar pesisir pantai dan justru akan menggenangi
daerah tersebut atau bahkan menghilangkan permukiman penduduk di sekitar
pantai. Karena sifat air yang memenuhi ruang
c.
Hilangnya
ekosistem
Proyek reklamasi ini ternyata bisa di katakan sebagai
proyek jahat dan egois. Bisa dikatakan seperti itu karena tanpa kita sadari
proyek ini telah banyak membunuh ekosistem di pantai dan laut, seperti
hutan-hutan bakau yang alami yang di ciptakan oleh tuhan secara langsung atau
memlalui masyarkat pesisir pantai yang mulanya bertujuan untuk mencega abrasi
pantai menjadi tidk ada lagi.
Musnahnya ekosistem tersebut akan berdampak kepada
kelestasian flora dan fauna yang hidup di sekitar pantai dan laut.
Bahkan lebih parahnya lagi hal tersebut dapat
mempengaruhi perubahan cuaca serta kerusakan di bumi.
d.
Pencemaran
lingkungan
Kegiatan reklamasi dan aktivitas di dalamnya tentu
sangat berpengaruh terhadap pencemaran. Kenapa?? Karena dalam proses reklamasi
tersebut banyak sekali menggunalan bahan-bahan kimia yang bisa dikatakan tidak
ramah dengan lingkungan pantai dai air laut, contohnya semen, cat, besi-besi,
dan lain sebagainya. Ketika hal ini terjadi pencemaran yang pertam terjadi
adalah di laut. Populasi ikan bahkan dapat terbunuh dan berkurang, menyebabkan
jenis ikan menjadi berkurang, bahkan, alat-alat berat yang ada untuk reklamasi
dapat menghancurkan terumbu karang yang sejatinya menjadi rumah bagi banyak
spesies binatang di air. Selanjutnya merubah warna air laut yang jenih menjadi
keruh. Tentu ketika kita menyadari ini hal tersebut sudah sia-sia karena
sekarang yang akan kita dapat adalah lautan yang kotor dan tak berpenghuni.
Dari keuntungan dan
kerugian yang ada di atas tersebut akan dicoba untuk dikaitkan dengan isu yang
terjadi di teluk jakarta.berbicara
tentang dampak positif dari aspek ekonomi terkait reklamasi teluk jakarta,
hampir tidak ada dampak positif bagi perekonomi masyarakat sekitar yang
ditimbulkan dari adanya reklamasi. kesenjangan di daerah pantai akan
semakin tinggi karena kita ketahui reklamasi dilakukan untuk membuat
bangunan-bangunan mewah seperti apartemen dan sebagainya dan kita ketahui juga
bahwa masyarakat yang tinggal di pesisir pantai merupakan masyarakat dengan
kelas ekonomi menengah
3.
Berbicara
tentang dampak positif dari aspek sosial dan budaya terkait reklamasi terluk
jakarta
Kembali lagi, rasanya tidak hampir tidak ada hal
positif yang diberikan secara signifikan terkait reklamasi teluk jakarta.
Karena dengan alasan untuk mengurangi kepadatan yang terjadi di kota itu sama
sekali tidak rasional. Kenapa? jika difikir secara logis, kemana masyarakat
akan pergi untuk mencari hibuaran, pekerjaan, dan sebagainya untuk pemuas
kebutuhan hidup mereka? Jawaban yang paling utama adalah pergi ke pusat kota.
Dari beberapa poin
pendapat tentang dampak keberadaan proyek reklamasi di teluk jakarta dapat
dilihat bahwa sesungguhnya pengadaan proyek reklamasi tersebut tidak memberikan
dampak ekonomi yang baik bagi masyarakat yang tinggal di sekitar pantai dan
ekosistem yang hidup di daerah pesisir pantai maupun di laut itu sendiri.
Memang ada dampak positifnya, namun lebih besar dampak negatif yang akan di
timbulkan. Harus ada studi kelayakan lebih lanjut mengenai proyek reklamasi
ini. Setelah semua ini, timbul pertanyaan “ kenapa bisa reklamasi yang
bertujuan untuk kemakmuran ini malah justru menyengsarakan, lebih banyak dampak
negatif yang ditimbulkan daripada dampak positifnya? “, jawabannya ya tentu
bisa jika kejadiannya seperti ini. Pertanyaan selanjutnya “ apa yang
menyebabkannya ? “, nah, jawabannya kembali lagi kepada jawaban dari pertanyaan
pertama karena hal negatif yang di timbulakan lebih besar dari pada hal
positifnya jika dilihat melalui aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial dan
budaya. Namun, selain hal itu ternyata ada hal lain yang juga menjadi penyebabnya.
Salah satu masalah yang menjadi pro dan
kontra tentang keberadaan proyek reklamasi ini adalah soal perizinan
pembangunan kawasan di mana terdapat kurang lebih 49 permohonan izin reklamasi
di indonesia, namun kementrian kelautan dan perikan baru menindak lanjuti 3
perizinan yaitu; reklamasi si carap, sumatera selatan; teluk benoa, bali; dan
teluk jakarta, kepulauan seribu.
Namun, kementrian
kelautan dan perikan baru hanya meng-acc 1 izin reklamasi yang telah memenuhi
persyaratan yaitu reklamasi di carap, sumatera selatan. Itu berarti reklamasi
yang ada di teluk jakarta, kepulauan seribu, jakarta, masih belum memiliki izin
untuk mengoperasikan proyek reklamasi tersebut, namun pada kenyataannya, proyek
reklamasi tersebut statusnya pembangunannya sudah berlangsung. Kenpa bisa?
Karena reklamasi teluk jakarta berada di kawasan dki jakarta, itu berarti
pemprov dki jakarta memiliki kendali besar untuk menjalankan proyek reklamasi
ini, tertuang dalam KEPRES NO.52 TAHUN 1995 Tentang Pengelolaan Kawasan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Turunan PERRES NO. 122 TAHUN 2012 perihal
izin lokasi reklamasi yang manyatakan bahwa, yang berwenang memberi izin
reklamasi adalah gubernur, namun melalui rekomendasi kementrian kelautan dan
perikanan dan kementrian lingkungan hidup dan hutan. Namun, sejauh ini,
gubernur dki jakarta saat ini yang kerap di sapa ahok itu tidak melakukannya,
sehingga dapat menyebabkan banyak kerugian bagi banyak pihak.
Hal tersebut lah yang
membuat permasalah semakin kompleks, ketidaksinkronan antara pemprov dki
jakarta dengan kementrian terkait menjadikan mereka saling bertolak belakang.
Memang apa yang dilakukan pemprov dki jakarta sedikit cacat hukum, mereka
langsung melakukan reklamasi tanpa melakukan AMDAL dan mendiskusikan proyek
reklamasi ini kepada kementrian yang terkait. Tentu itu adalah hal yang kurang
tepat bagi seorang pimppinan provinsi, walaupun memang ia berhak atas izin yang
diberikannya untuk reklamasi tersebut, namun sekali lagi, kementrian yang
terkait perlu diajak berdiskusi untuk membahas hal seperti ini.
Jangan sampai proyek
ini menjadi salah tujuan, yang awalnya tujukan untuk kesejahteraan masyarakat
namun malah justru proyek ini hanya akan membawa keuntungan kepada beberapa
pihak saja. Pemprov dki jakarta harus duduk bersama dengan kementrian terkait
untuk membahas proyek reklamasi ini lebih lanjut lagi, karena higga sekarang
masih proyek tersebut masih memiliki banyak kerugian yang disebabkannya yang
berdampak buruk bagi banyak hal disekitarnya. Pemprov dki jakarta dan kementrian
terkait harus dapat bersinergi dalam membangun daerah tanpa menciderai
nilai-nilai persatuan dan menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila. Dan sekali
lagi, tujuan proyek ini harus sesuai dengan tujuan awal, bahwa proyek ini di
bangun untuk memaksimalkan roda perekonomian, perluasan lahan, penataan laha,
dan yang paling penting adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan paparan diatas dapat
ditari analisis bahwa Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan
untuk membuat daratan baru di daerah laut yang dilakukan dengan cara menguruk
laut tersebut. Di indonesia proyek reklamasi ini sudah berlangsung sejak tahun
1980-an, sesungguhnya reklamasi memiiliki tujuan yang mulia, salah satunya
untuk kesejahteraan rakyat. Reklamasi tentunya memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Namun reklamasi di jakarta sendiri cenderung masih memberikan
dampak negatif yang lebih besar ketimbang dampak positif dan reklamasi yang
terjadi masih memiliki banyak kekurangan salah satunya izin proyek yang masih
belum jelas.
Reklamasi terkadang
menimbulkan “ gesekan “ antara pemprov dengan kementrian yang terkit. Seperti
yang terjadi di jakarta saat ini. Penyusunan ulang regulasi tentang reklamasi
dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya “ gesekan “ antara pemprove
dan kementrian yang terkait. Rapat kerja bersama antara pemperov dan kementrian
yang terkait juga dapat dilakukan untuk mengurangi kesalah pahaman antar kedua
lembaga. Mengutamakan kesejahteraan rakyat diatas segalanya merupakan salah
satu fungsi dari lembaga pemerintahan itu sendiri.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan
merupakan bagian akhir dalam sebuah penulisan. Kesimpulan untuk kajian mengenai
reklamasi di teluk Jakarta adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat
yang pro (memihak) atas adanya reklamasi di teluk Jakarta adalah pemerintah DKI Jakarta karena dinilai pembangunan reklamasi sebagai
kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat
berfungsi kembali sesuai peruntukannya menurut peraturan Menteri ESDM pada
Tahun 2014 Pasal 1 Poin 1.
Masyarakat yang kontra
(menentang) atas adanya reklamasi di teluk Jakarta adalah warga dan nelayan
sekitar serta Kesatuan Nelayan Tradisional
Indonesia (KNTI) yang menilai bahwa pelaksanaan
reklamasi telah melanggar sebanyak 5 pelanggaran hukum dan jelas pembangunan reklamasi Teluk Jakarta lebih banyak memberikan dampak buruk
terutama pada faktor lingkungan dan biologis lainnya.
2. Dampak
positif atas adanya reklamasi di teluk Jakarta adalah dari sisi
pengembangannya, yakni biaya yang dikeluarkan akan lebih hemat karena tidak
perlu membeli tanah di Jakarta yang harganya relatif lebih mahal dibanding
mengebrug laut selain itu proyek reklamasi umumnya bisa menjadi
lebih aman karena konstruksi pengamanan saat proses pembangunannya telah
disiapkan untuk keadaan yang sangat parah.
Dampak positif lainnya adalah reklamasi dapat mengurangi kepadatan yang
menumpuk di kota dan menciptakan wilayah baru yang bebas dari penggusuran
karena berada di wilayah yang sudah disediakan oleh pemerintah dan pengembang
Dampak negatif atas
adanya reklamasi di teluk Jakarta adalah hilangnya ekosistem dan memperburuk
kondisi lingkungan baik kerusakan
lingkungan pesisir maupun penggusuran ruang hidup bagi makhluk hidup laut dan
kehidupan nelayan di daerah tersebut menjadi terancam karena mata
pencahariannya berkurang. Dampak lainnya adalah
reklamasi dapat meperlambat arus dan memperpanjang muara sungai yang dapat
menimbulkan banjir besar. Selain itu masyarakat yang ada disekitar pantai akan
terancam mendapatkan tempat hidup yang layak karena reklamasi ini. Dampak
negatif lainnya adalah situs sejarah Indonesia di masa penjajahan Belanda yakni
Pulau Onrust akan tenggelam karena adanya pembangunan reklamasi ini.
3. Alasan
pemerintah mengizinkan untuk diadakannya reklamasi di teluk Jakarta salah
satunya karena pemerintah berpendapat adanya reklamasi akan mampu menunjang perekonomian dan memperindah
Ibukota karena akan nantinya lahan akan didirikan perumahan, perkantoran atau
tempat wisata. Alasan lainnya adalah pembangunan
reklamasi akan menjadi solusi dari ketahanan dan daya dukung
lingkungan yang berkelanjutan terkait perkiraan seluruh Jakarta Utara akan
terendam dan berada di bawah permukaan laut pada tahun 2030.
DAFTAR PUSTAKA