HAK MEREK
1.1 Latar Belakang
Perkembangan
perekonomian dunia, berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan
teknologi, telekomunikasi
dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan
dengan lebih bervariasi, baik barang
dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Hal ini berpengaruh pada hubungan antar
bangsa yang menjadi saling tergantung
baik dalam hal kebutuhan, kemampuan dan kemajuan teknologi. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan akan komunikasi
menjadi sangat maju dan pola perdagangan dunia sudah tidak terikat pada batas-batas negara. Dunia dan
kawasan-kawasan didalamnya sekarang
merupakan pasar bagi produksi-produksi pengusaha pemilik merek dagang dan jasa. Semuanya
ingin produk mereka memperoleh akses
yang sebebas-bebasnya ke pasar. Perkembangan dan perubahan norma dan tatanan dagang yang
bersifat global ini telah menimbulkan
berbagai
persoalan yang perlu segera diantisipasi oleh Indonesia. Indonesia merupakan negara yang
memiliki keanekaragaman suku
bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra yang perkembangannya memerlukan
perlindungan terhadap kekayaan intelektual
yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Di samping itu perkembangan di bidang perdagangan
dan industri yang sedemikian pesatnya
memerlukan peningkatan perlindungan terhadap teknologi
yang
digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di
pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk
yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan
kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang
timbul dari hak milik intelektual khususnya hak atas merek menjadi sangat penting
bukan hanya dari segi perlindungan hukum, karena untuk mendirikan dan
mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah.
Dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mempromosikan merek agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran. Permasalahan Hak Kekayaan
Intelektual khususnya bidang merek
merupakan suatu permasalahan yang terus akan berkembang mengikuti perkembangan dunia ilmu
pengetahuan, seni dan sastra. Perkembangan
ini tidak hanya bersifat insidental dan pada satu titik saja, tetapi mengarah ke semua
bidang sasaran tanpa mengenal batasan.
Pada dunia usaha para produsen memberikan tanda atau citra
tersendiri
pada barang dan jasa hasil produksi mereka yang lazim disebut merek yang digunakan untuk
membedakan suatu produk dengan
produk lain, terutama untuk barang atau jasa yang sama dan sejenis Indonesia merupakan negara yang
berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan
atas kekuasaan saja. Ini berarti bahwa sejak kemerdekaan bangsa Indonesia berketetapan untuk
memilih bentuk negara hukum tersebut
sebagai pilihan satu-satunya. Akibat dari pemilihan tersebut konsekuensinya
bahwa semua aspek kehidupan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara
republik Indonesia harus tunduk dan patuh pada norma-norma hukum baik yang
berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hukum harus
menampilkan peranan secara
mendasar sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan orang perorangan,
kehidupan masyarakat, maupun kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dengan landasan pemikiran tersebut
hukum harus mampu memberikan
perlindungan terhadap berbagai aspek kehidupan. Di era globalisasi dan kemajuan
teknologi saat ini segenap komponen bangsa dan negara harus mampu dan siap
untuk bersaing dalam upaya penunjang pembangunan ekonomi, dimana pembangunan
ekonomi sebuah bangsa banyak ditentukan oleh sejauh mana bangsa tersebut mampu
mengikuti kemajuan teknologi dan menguasai teknologi, karena dengan teknologi
suatu bangsa akan mampu mengikuti suatu perkembangan tersebut dengan cepat.
Keberadaan teknologi merupakan
salah satu faktor pendorong dalam pembangunan ekonomi. Dalam kenyataannnya penguasaan
teknologi sendiri masih memiliki
kelemahan, bila diperhatikan di dunia ini masih terdapat beberapa negara yang telah menguasai
teknologi dan masih banyak pula
yang belum mampu menyerap kemajuan teknologi. Dengan semakin maju perkembangan teknologi yang secara
tidak
langsung menggiring kemajuan teknologi tersebut pada pemanfaatan teknologi dalam sebuah
kehidupan sehari-hari. Namun tidak
selamanya kemajuan teknologi tersebut mengarah pada kemajuan yang bersifat positif namun terdapat
pula sisi negatifnya. Hal tersebut dapat
terlihat dari semakin maraknya kejahatan salah satunya dalam sektor perdagangan yang terjadi saat
ini. Modus daripada kejahatan tersebut salah satunya adalah pelanggaran
terhadap suatu merek terkenal yang di eksploitasi menjadi suatu komiditi untuk
mendapatkan keuntungan. Hal tersebut dipastikan pula dengan kehadiran teknologi yang berbasis internet dimana banyak
pelaku usaha yang mulai mengalihkan
bisnisnya dengan menggunakan media internet tersebut. Hal tersebut terjadi mengingat
kemudahan yang diberikan oleh media tersebut
dalam mempromosikan sebuah produk barang atau jasa yang dimiliki. Hal ini secara tidak langsung
turut dirasakan oleh bangsa Indonesia
ketika barang dan jasa memerlukan sebuah perlindungan dari segi merek. Oleh karena itu
berlandaskan dari kesadaran tersebut di Indonesia telah dibuat undang-undang khusus tentang merek
yaitu Undang-
undang No 15 Tahun 2001 tentang merek. Merek merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dan unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda
warna, atau kombinasi dan unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa4.
Merek dagang yang digunakan
pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan
dengan barang-barang sejenis lainnya. Untuk memenuhi fungsinya, merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa. Fungsi merek adalah sebagai :
1. Tanda
pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Fungsi ini juga
menghubungkan barang atau jasa
dengan produsennnya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.
2.
Sebagai sarana produksi dagang (means of trade promotion).
Promosi
tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau
jasa. Merek merupakan salah satu
goodwill untuk menarik konsumen, merupakan symbol pengusaha untuk memperluas pasar
produk atau barang dagangannya.
3.
Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality quarantee). Hal ini tidak hanya menguntungka produsen
pemilik merek, melainkan juga
perlindungan jaminan mutu barang atau jasa konsumen.
4.
Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan.
Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang menghubungkan barang atau ajsa
dengan produsen, atau antara barang
atau jasa dengan daerah asalnya. Undang-
undang merek indonesia telah mengatur tentang jenis-jenis merek, yang terdiri
dari merek dagang, jasa, merek kolektif. Merek dagang adalah merek yang dipergunakan terhadap barang
yang diperjualbelikan
secara bersama-sama oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan
dengan barang- barang sejenis lainnya.
Merek jasa merupakan merek yang dipergunakan terhadap jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang, atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan jasa-jasa lainnya, sedangkan merek kolektif merupakan merek
yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangan
oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan
dengan barang atau jasa sejenis lainnya. Pengertian terhadap pemegang merek adalah
pemegang merek yang
telah mendaftarkan kepemilikan mereknya hal tersebut dikaitkan dengan prinsip dasar yang ada dalam
Undang-undang Merek
Indonesia
yaitu first to file principile, bukan first come, first out, sehingga seseorang yang ingin
memiliki hak atas merek harus melakukan
pendaftaran tersebut. Didalam melihat mengenai pendaftaran terhadap merek perlu diperhatikan pasal 5
Undang-undang 15
Tahun 2001, yaitu terkait dengan bisa atau tidaknya didaftarkan apabila merek tersebut tidak
mengandung salah satu unsur seperti:
a.
Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau
ketertiban umum;
b. Tidak
memiliki daya pembeda;
c. Telah
menjadi milik umum atau ;
d.
Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa
yang
dimohonkan pendaftarannya.
Terhadap
batasan pengertian merek dagang di atas, terlihat bahwa merek dagang merupakan tanda yang digunakan pada
barang yang
diperdagangkan dan susah didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Status merek yang telah didaftarkan
di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Republik Indonesia telah memiliki kekuatan hukum dengan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi pemegang merek yang
sah. Hak atas merek merupakan hak Eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu
tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada
pihak lain untuk menggunakannya. Demikian, dalam prakteknya masih terjadi penggunaan merek oleh orang lain
tanpa hak, yang dapat merugikan pihak
pemegang merek sah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa adanya pendaftaran merek,
tidak ada perlindungan hukum. Pengaturan
merek sebelumnya telah diatur dalam Undang- undang No. 21 Tahun 1961, tetapi dalam prakteknya masih mengandung kelemahan atau
kekurangan-kekurangan ekonomi perdagangan
pasar bebas. Sistem yang dianut dalam undang-undang No.21 Tahun 1961 adalah sistem deklarasi
dengan menekankan perlindungannya
kepada pihak yang pertama kali memakai (first use
principle)
dan tidak pada pihak
yang pertama kali mendaftar. Prinsip ini mengandung arti bahwa bagaimana
pendaftaran suatu merek pada Diretorat Merek hanya merupakan anggapan adanya
hak Eksklusif suatu merek bagi pihak yang mendatarkan, sampai kemudian terdapat
pihak lain yang dapat membuktikan sebagai pemakai pertama atas merek tersebut.
Hal tersebut berbeda sekali dengan sistem yang dianut dalam Undang-undang No. 15 Tahun
2001, yang menganut sistem First
to file, dimana
perlindungan hukum ditekankan perlindungannya
kepada
pihak pemilik merek terdaftar dan pada pihak yang pertama kali mendaftar. Dalam Undang-nndang
Merek No. 15 Tahun 2001 juga mengatur
mengenai perlindungan merek terkenal. Sebagai bagian dari hak atas kekayaan intelektual merek
memiliki fungsi sangat penting dan
strategis. Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan
suatu
produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi
sebagai
aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk
merek-merek
yang berpredikat terkenal (well-known marks).
Melalui
perkembangan perdagangan antar negara, yang dapat
dikatakan
maju sangat pesat, Indonesia "dibanjiri" merek-merek baru
dari
luar negeri. Tidak hanya brand-brand terkenal dari negara Eropa
seperti
Gucci, Prada, Mercedes Benz, dan Siemens yang masuk ke
Indonesia,
juga brand terkenal dari negara Asia tidak kalah bersaing
untuk
masuk. Sebut saja Giordano dari Hong Kong, Bread Talk dari
Singapura,
Jimmy Choo dari Malaysia, dan masih banyak lagi.
Masyarakat
menganggap merek-merek tersebut terkenal, karena sudah
memiliki
pangsa pasar yang luas di beberapa negara. Namun, hanya
sebatas
itukah tolok ukur dari merek terkenal. Apakah hanya diukur
dari
besarnya pangsa pasar dan dilihat apakah produknya sudah dijual
di
banyak Negara.
Dalam
Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
tentang
Merek (Undang-Undang Merek), disebutkan bahwa untuk
dikatakan
sebagai suatu merek terkenal maka harus memperhatikan
beberapa
hal, antara lain: pengetahuan umum masyarakat mengenai
merek
tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, reputasi merek
terkenal
yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-
besaran,
dan investasi merek di beberapa negara yang disertai bukti
pendaftaran
merek tersebut. Mengingat tingkat kerawanan terhadap
pelanggaran
atas merek-merek terkenal demikian besar, maka
diperlukan
suatu mekanisme perlindungan hnkuni secara khusus agar
kasus-kasus
pelanggaran merek terkenal tidak akan berkembang lebih
banyak
lagi.
Mekanisme
perlindungan merek terkenal dalam Undang-Undang
Merek
diatur dalam Pasal 6 ayat 1 (b) yang menyatakan permohonan
pendaftaran
merek ditolak oleh kantor merek apabila mempunyai
persamaan
pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang
sudah
terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis.
Apabila
terjadi sengketa tentang merek terkenal maka untuk
menentukan
apakah suatu merek dapat dikatakan sebagai merek
terkenal
atau tidak, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga
yang
bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh
kesimpulan
mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar
hakim
untuk mengeluarkan putusan. Ketentuan ini sesuai dengan
Penjelasan
Pasal 6 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Merek.
Indonesia
sudah meratifikasi beberapa konvensi internasional
mengenai
Hak Atas Kekayaan Intelektual, antara lain, Paris
Convention
melalui Keppres No.
15 Tahun 1997 dan Trademark Law
Treaty melalui Keppres No. 17 Tahun 1997.
Dalam Paris Convention
disebutkan
mengenai merek terkenal, tetapi hanya sebatas pengaturan
mengenai
gugatan terhadap pemberian merek yang memiliki kesamaan
seluruhnya
atau sebagian dengan merek terkenal. Sedangkan definisi
dari
merek terkenal itu sendiri tidak diatur secara jelas. Banyak
perkara
yang terkait dengan merek terkenal yang akhirnya merugikan
pihak
pemilik merek dari negara asalnya. Misalnya, kasus Prada dan
Intel
Corp di Indonesia, dan Louis Vuitton di Tiongkok. Dari kasus-
kasus
tersebut, pemilik merek dari negara asal selalu dikalahkan oleh
pengadilan.
Sebagai
contoh kasus Prada Italy di Indonesia, pemilik merek
Prada
Italy mengajukan gugatan kepada pengusaha Prada Indonesia,
karena
penggugat merasa bahwa ia adalah pemilik asli dari merek
Prada.
Perkara ini berawal pada saat pemilik Prada Italy mencoba
mendaftarkan
mereknya di Indonesia. Ternyata merek Prada sudah
didaftarkan
oleh salah satu pengusaha Indonesia. Pada tahap pertama,
Pengadilan
Niaga menolak gugatan penggugat dengan alasan Indonesia
memakai
sistem first to file, sehingga pendaftar pertama yang memiliki
hak
eksklusif dari merek bersangkutan. Akhirnya hingga tingkat Mahkamah Agung perkara ini tetap
dimenangkan oleh pengusaha Prada
Indonesia. Sampai
saat ini masih dipermasalahkan tentang definisi apa yang disebut dengan merek terkenal.
Tolok ukur yang digunakan masih
belum jelas. Batasan suatu merek sebagai merek terkenal tidaklah terbatas untuk
merek-merek yang dimiliki oleh pihak asing saja, tetapi juga merek-merek lokal
yang dimiliki oleh pengusaha nasional
yang berhasil go international. Apakah suatu merek termasuk sebagai
merek terkenal, selain didasarkan pada Pasal 6 bis Paris Convention, juga didasarkan pada Undang-Undang
Merek yang berlaku
atau didasarkan pula pada interpretasi hakim yang mengadili kasus tersebut. Masih sulit menentukan apakah suatu
merek tertentu dapat dikelompokkan
sebagai merek terkenal. Hal ini akan sangat
bergantung
pada produk yang dihasilkan dan digunakan pada
umumnya
oleh konsumen, atau produk dengan merek tertentu yang
dekat
dengan kehidupan sehari-hari konsumen. Itu sebabnya
pendekatan
yang dilakukan untuk menentukan suatu merek terkenal
didasarkan
pada Pasal 6 bis Paris Convention dan penjelasan Pasal 6
Undang-Undang
Merek.
Untuk
mengatasi masalah tersebut, Undang-Undang Merek 1992
sampai dengan
Undang-Undang Merek 2001, sudah pernah
mengamanatkan
dibentuknya suatu peraturan pemerintah (PP) tentang
merek
terkenal. PP ini ditujukan untuk mengatur tentang batasan
definisi
merek untuk dapat dikatakan sebagai merek terkenal agar
dicapai
kepastian hukum. Dengan demikian, penegak hukum dapat
lebih
mudah memilah-milah mana yang dapat disebut sebagai merek
terkenal
dan mana yang tidak. Namun, sampai sekarang PP ini belum
juga
diterbitkan.
Perlindungan
hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh
seseorang
perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah
secara
tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat
mengurangi
pemasukannya karena volume penjualan menurun atau
bilamana
barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai
kualitasnya,
sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan
tercemar.
Begitu juga konsumen akan kehilangan jaminan
(kepercayaan)
atas kualitas barang yang di dibelinya.
Untuk
mencegah timbulnya kasus yang serupa dengan kasus
Prada,
pemerintah perlu benar-benar didorong untuk secepatnya
menerbitkan
PP tentang merek terkenal. Kebutuhan akan adanya PP itu
bukan
saja dapat menjadi bukti keseriusan pemerintah untuk
memberikan
perlindungan bagi pemegang hak kekayaan intelektual,
namun
juga sebagai usaha pemerintah untuk menciptakan kondisi yang
kondusif
bagi pelaku bisnis. Diharapkan, PP tersebut akan menjadi
pedoman (guideline)
bagi penegak hukum dalam menafsirkan merek
terkenal.
Kepastian
hukum yang dicapai akan mendorong iklim investasi
dan
bisnis yang sehat, sehingga anjuran pemerintah untuk berinvestasi
dan
berbisnis di Indonesia dapat tercapai. Keadaan ini jelas akan
meningkatkan
kepercayaan dunia internasional atas penegakan hukum
di
Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong sektor
perdagangan
pada khususnya dan bisnis nasional pada umumnya.
Secara
keseluruhan ekonomi Indonesia akan membaik bilamana
terdapat
kepastian hukum.
1.2
Rumusan Masalah
Bertolak
dari uraian latar belakang masalahan tersebut diatas,
sehingga
penulis dapat merumuskan permasalahan untuk dikaji guna
menemukan
kejelasan, yaitu :
1.
Bagaimana pengaturan merek terkenal dalam sistem Hukum
Hak
Kekayaan Intektual?
2.
Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diperlukan terhadap
merek
terkenal di Indonesia?
1.3
Ruang Lingkup Masalah
Dari
rumusan masalah yang diangkat, maka ruang lingkup
kajian
akan dibatasi pada pengaturan dan bentuk perlindungan hukum
terhadap
merek terkenal di Indonesia.
Untuk
mengkaji permasalahan pertama, kajian dilakukan dengan
tujuan
untuk mengetahui bagaimana pengaturan merek terkenal
dalam
tataran hukum nasional. Kajian akan difokuskan / dengan
meneliti
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang merek.
Untuk
mengkaji permasalahan yang kedua, kajian difokuskan
pada
perlindungan hukum terhadap merek terkenal dengan
menekankan
pada bentuk perlindungan hukum yang diperlukan
terhadap
merek terkenal.
1.4
Tujuan
1.4.1
Tujuan umum
a. Untuk
meningkatkan pemahaman dan pengembangan
wawasan
tentang studi hukum, khususnya yang menyangkut
aspek
hukum dari merek sebagai hak kekayaan intelektual.
b. Untuk
meningkatkan pemahaman dan pengembangan
wawasan
yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan
hak
kekayaan intelektual, khususnya hak merek.
1.4.2
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui dan memahami tentang pengaturan merek
terkenal
berdasarkan sistem hukum hak kekayaan intelektual.
b. Untuk
mengetahui dan memahami tentang bentuk
perlindungan
hukum terhadap merek terkenal di Indonesia.
1.5
Manfaat Hasil Penelitian
1.5.1
Manfaat Teoritis
Sebagai
sumbangn pemikiran teoritis dalam usaha
pemahaman
terhadap studi Hak Kekayaan Intelektual dalam
memecahkan
permasalahan yang ada terkait dengan
perlindungan
dan pengaturan merek terkenal sebagai upaya
penegakan
hukum terhadap pelanggaran hukum dalam kerangka
Hak
Kekayaan Intelektual.
1.5.2
Manfaat Praktis
Dari
hasil penelitian serta kajian ini semoga dapat
bermanfaat
sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka
mengkritisi
pelaksanaan Undang- undang mengenai merek
dalam
tataran sistem Hukum Nasional.
2.1 Penggunaan Hak Merek
Merek atau merek dagang adalah nama
atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti
psikologis/asosias. Secara umum, kata merek sering mengacu
pada dua istilah dalam bahasa Inggris yaitu 'brand' dan 'mark'. Brand,
merupakan merek tak berwujud berupa sekumpulan persepsi yang ada pada benak
konsumen, sedangkan mark berwujud berupa tanda. Secara luas, Merek
didefinisikan sebagai suatu kata, ungkapan, simbol, desain, suara, bau, warna,
konfigurasi, susunan huruf atau angka, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut, yang digunakan suatu perusahaan sebagai tanda pada barang atau jasa
si pemiliknya untuk membedakan dengan barang dan jasa yang dibuat, dijual, atau
disediakan oleh orang lain. Sedangkan menurut Undang-Undang Merek RI no 15
th 2001 yang dimaksud dengan merek adalah suatu "tanda" yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa. Dapat dilihat bahwa suara dan bau tidak termasuk
dalam merek di Indonesia.
Jenis-jenis
Merek
- Merek Dagang
Merek
dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
- Merek Jasa
Merek
jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan
jasa-jasa sejenis lainnya.
- Merek Kolektif
Merek
kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis
lainnya.
Menurut
David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik
berupa logo,cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang
penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang digunakan suatu badan usaha
sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya
kepada konsumen,
dan untuk membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya
dari badan usaha lain.
Fungsi
Merek
- Tanda Pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
- Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya.
- Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
- Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan
3.1 Undang-Undang Hak Merek
Sama
halnya dengan hak cipta dan paten serta hak atas kekayaan intelektual
lainnya maka hak merek juga
merupakan bagian dari hak atas intelektual. Selain dari
alasan yang telah disebutkan pada
bagian awal tulisan ini, maka khusus mengenai hak
merek secara eksplisit disebut
sebagai benda immateril dalam konsiderans UU Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek (UUM 2001)
bagian menimbang butir a, yang berbunyi:
Bahwa di dalam era perdagangan
global, sejalan dengan konvensi-konvensi
internasional yang telah
diratafikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting,
terutama dlam menjaga persaingan
usaha yang sehat.
Merek produk barang atau jasa
sejenis dapat dibedakan asal muasalnya,
kualitasnya serta keterjaminan bahwa
produk itu original. Kadangkala yang membuat
harga suatu produk menjadi mahal
bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah
sesuatu yang ditempelkan atau
dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan jenis produk
itu sendiri. Merek mungkin hanya
menimbulkan kepuasaan saja bagi pembeli, benda
materilnyalah yang dapat dinikmati.
Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril
yang tak dapat memberikan apapun
secara fisik, inilah yang membuktikan bahwa merek
itu merupakan hak kekayaan immateril.
Sumber:
nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30824/Hak%2BMerek.pdf
Undang-Undang Perindustrian
1.1 LATAR BELAKANG UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
UNDANG-UNDANG NOMOR 5/1984
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah
Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional
adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya
sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri
memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang
dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN
Sumber:
http://geografi-geografi.blogspot.com/2010/11/pengertian-industri-menurut-uu-no.html
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt51b8219436e7c/node/327
http://kangkungrebus.blogspot.com/2012/07/undang-undang-perindustrian.htm
Konvensi-Konvensi Internasional
Konvensi
Hak Cipta Universal 1955
• Hasil
kerja PBB melalui sponsor UNESCO
•
Menjembatani
dua
kelompok
masyarakat
internasional:
civil law system (anggota konvensi Bern),
common law
system( anggota konvensi hak cipta
regional di
negara-negara Amerika Latin dan Amerika
Serikat)
• Pada 6
September 1952, untuk memenuhi kebutuhan
adanya
kesepakatan, lahir UCC (Universal Copyright
Convention)→ ditandatangani di Geneva
•
Ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16
September
1955
stem (anggota konvensi Bern),
Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak
Cipta Universal 1955
• Adequate and effective protection
• National treatment
• Formalities
• Duration of protection
• Translations right
• Jurisdiction of the International Court of Justice
→
penyelesaian sengketa yang tidak dapat
diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat ,
diajukan ke Mahkamah Internasional
• Bern Safeguard Clause
Berne Convention
Berne Convention
• The Berne Convention for the Protection of Literary and
Artistic Works,
usually known as the Berne Convention, is an international
agreement
governing copyright, which was first accepted in Berne,
Switzerland in
1886.
• The Berne Convention requires its signatories to recognize
the copyright of
works of authors from other signatory countries (known as
members of
the Berne Union) in the same way as it recognises the
copyright of its own
nationals. For example, French copyright law applies to
anything published
or performed in France, regardless of where it was
originally created.
• In addition to establishing a system of equal treatment
that
internationalised copyright amongst signatories, the
agreement also
required member states to provide strong minimum standards
for
copyright law.
• Copyright under the Berne Convention must be automatic; it
is prohibited
to require formal registration (note however that when the
United States
joined the Convention in 1988, they continued to make
statutory damages
and attorney's fees only available for registered works)
Page 1
Hak Cipta
dan Konvensi
Internasional
Tentang Hak Cipta
Pengertian,
fungsi dan sifat hak cipta, pemegang hak
cipta,
pembatasan hak cipta, pendaftaran hak cipta,
hak moral,
jangka waktu pemilikan hak cipta,
perlindungan
hak cipta sebagai hak milik, tujuan
konvensi
internasional tentang hak cipta, Berne
Convention,
Universal Copyright Convention
Dikutip
dari berbagai sumber:
Zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt
UU No.
19/2002 tentang Hak Cipta
Disusun
oleh: Dr. Henny Medyawati SKom,MM
Page 2
HAK CIPTA
PENGERTIAN
• Hak Cipta
adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak
ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu
pengetahuan, sastra dan seni.
•
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
Hak Cipta
adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan
atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan
yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)
•
Hak cipta
diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu
pengetahuan,
kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara
eksklusif
kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersama-
sama yang
atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi,
kecekatan,
keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas
dan
bersifat pribadi".
Page 3
SUBJEK HAK
CIPTA
• Pencipta
seseorang
atau beberapa orang secara bersama-
sama yang
atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan,
ketrampilan atau keahlian yang
dituangkan
dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi
• Pemegang
Hak Cipta
Pencipta
sebagai pemilik hak cipta atau orang
lain yang
menerima lebih lanjut hak dari orang
tersebut di
atas
Page 4
OBYEK HAK
CIPTA
Ciptaan
yaitu hasil
setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,
seni dan
sastra. Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra.
Undang-undang
yang mengatur Hak Cipta:
➢ UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
➢ UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun
1982 Nomor
15)
➢ UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun
1982
tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
➢ UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun
1982
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987
(Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
Page 5
Pembatasan
Hak Cipta
• UU Hak
Cipta No. 19 tahun 2002 pasal 14,15, 16
• Pasal 14
Tidak
dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a.
Pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara
dan lagu
kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b.
Pengumuman dan/ atau perbanyakan segala sesuatu
yang
diumumkan.....
c.
Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun
sebagian
dari kantor berita, lembaga penyiaran dan
surat kabar
atau sumber jenis lain, dengan ketentuan
sumbernya
harus disebutkan secara lengkap
Page 6
Pembatasan
Hak Cipta (lanjutan)
• Pasal 15
Dengan
syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak
dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta:
a.
Penggunaan hak cipta lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan
suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar
dari
pencipta;
b.
Pengambilan ciptaan pihak lain, seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan
pembelaan di dalam atau diluar pengadilan
c.
Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan:
- ceramah
yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
atau
-
pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan
tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta
.......
g.
Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
program
komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri
Page 7
Pembatasan
Hak Cipta (lanjutan)
• Pasal 16
untuk
kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan
serta
kegiatan penelitian dan pengembangan,
terhadap
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan sastra,
Menteri setelah mendengar
pertimbangan
Dewan Hak Cipta dapat:
a.
Mewajibkan pemegang hak cipta untuk
melaksanakan
sendiri penerjemahan dan/atau
perbanyakan
ciptaan tersebut di wilayah negara
Republik
Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
Page 8
Hak Moral
(Pasal 24,25,26)
• Pasal 24
a. Pencipta
atau ahli waris berhak menuntut pemegang hak cipta
supaya nama
pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya
b. Suatu
ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptanya telah
diserahkan
kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta
atau dengan
persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah
meninggal
dunia
......
Pasal 25
Informasi
elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta tidak
boleh
ditiadakan atau diubah
Pasal 26
Hak cipta
atau suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta selama
kepada
pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak cipta dari
pencipta
itu
Page 9
Masa
Berlaku Hak Cipta(Pasal 29-34)
• Pasal 29
hak cipta
atas ciptaan: buku, pamflet, semua hasil karya tulis lain;
drama,
drama musikal, tari, seni batik, arsitektur, tafsir,
saduran.....berlaku
selama hidup pencipta dan terus berlangsung
hingga 50
(lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia
Pasal 30
Hak cipta
atas ciptaan: program komputer; sinematografi, fotografi;
database
dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima
puluh)
tahun
Pasal 31
Hak cipta
atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara
berdasarkan:
pasal 10
ayat 2 berlaku tanpa batas waktu
pasal 11
ayat 1 dan ayat 3 berlaku selma 50 tahun sejak ciptaan
tersebut
pertama kali diketahui umum
Page 10
Pendaftaran
Ciptaan (Pasal 35 s/d pasal 44)
• Pasal 35
Direktorat
Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan
dicatat
dalam Daftar Umum Ciptaan
.....
Pasal 36
Pendaftaran
ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung
arti
sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari
ciptaan
yang didaftar
Pasal 37
Pendaftaran
ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas
permohonan
yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak
cipta atau
kuasa
Kuasa → konsultan yang terdaftar pada
Direktorat Jenderal
Page 11
Dewan Hak
Cipta (pasal 48)
• Membantu
pemerintah dalam memberikan penyuluhan
dan
pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta
• Terdiri
atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi dan
anggota
masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang
hak cipta → diangkat dan diberhentikan oleh
presiden atas
usul
menteri
Pengelolaan
Hak Cipta (pasal 52-53)
•
Penyelenggaraan administrasi hak cipta dilaksanakan oleh
Direktorat
Jenderal
•
Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan
dokumentasi
dan informasi hak cipta yang bersifat nasional
→ mampu menyediakan informasi tentang hak cipta
seluas
mungkin kepada masyarakat
Page 12
Berne
Convention
• The Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works,
usually
known as the Berne Convention, is an international agreement
governing
copyright, which was first accepted in Berne, Switzerland in
1886.
• The Berne
Convention requires its signatories to recognize the copyright of
works of
authors from other signatory countries (known as members of
the Berne
Union) in the same way as it recognises the copyright of its own
nationals.
For example, French copyright law applies to anything published
or
performed in France, regardless of where it was originally created.
• In
addition to establishing a system of equal treatment that
internationalised
copyright amongst signatories, the agreement also
required
member states to provide strong minimum standards for
copyright
law.
• Copyright
under the Berne Convention must be automatic; it is prohibited
to require
formal registration (note however that when the United States
joined the
Convention in 1988, they continued to make statutory damages
and
attorney's fees only available for registered works).
Dikutip
dari : Wikipedia
Page 13
Berne
Convention (lanjutan)
•
The Berne
Convention states that all works except photographic and cinematographic shall
be
copyrighted
for at least 50 years after the author's death, but parties are free to provide
longer terms,
as the
European Union did with the 1993 Directive on harmonising the term of copyright
protection.
For
photography, the Berne Convention sets a minimum term of 25 years from the year
the
photograph
was created, and for cinematography the minimum is 50 years after first
showing, or 50
years after
creation if it hasn't been shown within 50 years after the creation. Countries
under the
older
revisions of the treaty may choose to provide their own protection terms, and
certain types of
works (such
as phonorecords and motion pictures) may be provided shorter terms.
•
Although
the Berne Convention states that the copyright law of the country where
copyright is claimed
shall be
applied, article 7.8 states that "unless the legislation of that country
otherwise provides, the
term shall
not exceed the term fixed in the country of origin of the work", i.e. an
author is normally
not
entitled a longer copyright abroad than at home, even if the laws abroad give a
longer term. This is
commonly
known as "the rule of the shorter term". Not all countries have
accepted this rule.
•
The Berne
Convention authorizes countries to allow "fair" uses of copyrighted
works in other
publications
or broadcasts.[1] The Agreed Statement of the parties to the WIPO Copyright
Treaty of
1996 states
that: “It is understood that the mere provision of physical facilities for
enabling or making
a
communication does not in itself amount to communication within the meaning of
this Treaty or the
Berne
Convention.”[2] This language may mean that Internet service providers are not
liable for the
infringing
communications of their users.
Universal Copyright Convention
Konvensi
Hak Cipta Universal 1955 hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO menjembatani
dua kelompok masyarakat internasional: civil law system (anggota konvensi Bern)
common law system (anggota konvensi hak cipta regional di negara-negara Amerika
Latin dan Amerika Serikat). Pada 6 September 1952, untuk memenuhi kebutuhan
adanya kesepakatan, lahir UCC (Universal Copyright Convention) ditandatangani
di Geneva. Ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16 September 1955.
Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak Cipta Universal 1955:
a. Adequate and effective protection
b. National treatment
c. Formalities
d. Duration of protection
e. Translations right
f. Jurisdiction of the International Court
of Justice
Beberapa
Konvensi Internasional Hak Cipta Lainnya:
a. Convention for the Protection of
Performers,
Producers
of Phonogram and Broadcasting Organization (Rome Convention/Neighboring Convention)
b. Convention for the Protection of Producers
of Phonogram Againts Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva
Convention 1971).
Konvensi
ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Universal Copyright
Convention dalam Pasal 5 disebutkan pengertian hak cipta yaitu meliputi hak
tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk
menerbitkan dan membuat terjemahan daripada karyanya yang dilindungi dalam
perjanjian ini.
Pasal 4
menyebutkan bahwa yang dianggap sebagai hak cipta adalah karya dalam bentuk
asli maupun terjemahannya. Selanjutnya dalam Pasal 4 menentukan pembatasan
jangka waktu hak cipta yaitu selama hidup pencipta dan selama 25 tahun
meninggalnya si pencipta. Universal Copyright Convention terakhir diperbarui
pada tahun 1997.
Sumber:
aqwam.staff.jak-stik.ac.id/files/39.-legal-aspek-tik[1].pdf