Jumat, 19 Juni 2015

Softskill Semester 4 tugas kedua.



HAK MEREK


1.1       Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dunia, berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Hal ini berpengaruh pada hubungan antar bangsa yang menjadi saling tergantung baik dalam hal kebutuhan, kemampuan dan kemajuan teknologi. Keadaan ini menyebabkan kebutuhan akan komunikasi menjadi sangat maju dan pola perdagangan dunia sudah tidak terikat pada batas-batas negara. Dunia dan kawasan-kawasan didalamnya sekarang merupakan pasar bagi produksi-produksi pengusaha pemilik merek dagang dan jasa. Semuanya ingin produk mereka memperoleh akses yang sebebas-bebasnya ke pasar. Perkembangan dan perubahan norma dan tatanan dagang yang bersifat global ini telah menimbulkan
berbagai persoalan yang perlu segera diantisipasi oleh Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra yang perkembangannya memerlukan perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut. Di samping itu perkembangan di bidang perdagangan dan industri yang sedemikian pesatnya memerlukan peningkatan perlindungan terhadap teknologi
yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang timbul dari hak milik intelektual khususnya hak atas merek menjadi sangat penting bukan hanya dari segi perlindungan hukum, karena untuk mendirikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah. Dibutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mempromosikan merek agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran. Permasalahan Hak Kekayaan Intelektual khususnya bidang merek merupakan suatu permasalahan yang terus akan berkembang mengikuti perkembangan dunia ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perkembangan ini tidak hanya bersifat insidental dan pada satu titik saja, tetapi mengarah ke semua bidang sasaran tanpa mengenal batasan. Pada dunia usaha para produsen memberikan tanda atau citra
tersendiri pada barang dan jasa hasil produksi mereka yang lazim disebut merek yang digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lain, terutama untuk barang atau jasa yang sama dan sejenis Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan saja. Ini berarti bahwa sejak kemerdekaan bangsa Indonesia berketetapan untuk memilih bentuk negara hukum tersebut sebagai pilihan satu-satunya. Akibat dari pemilihan tersebut konsekuensinya bahwa semua aspek kehidupan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara republik Indonesia harus tunduk dan patuh pada norma-norma hukum baik yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hukum harus menampilkan peranan secara mendasar sebagai titik sentral dalam seluruh kehidupan orang perorangan, kehidupan masyarakat, maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan landasan pemikiran tersebut hukum harus mampu memberikan perlindungan terhadap berbagai aspek kehidupan. Di era globalisasi dan kemajuan teknologi saat ini segenap komponen bangsa dan negara harus mampu dan siap untuk bersaing dalam upaya penunjang pembangunan ekonomi, dimana pembangunan ekonomi sebuah bangsa banyak ditentukan oleh sejauh mana bangsa tersebut mampu mengikuti kemajuan teknologi dan menguasai teknologi, karena dengan teknologi suatu bangsa akan mampu mengikuti suatu perkembangan tersebut dengan cepat. Keberadaan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong dalam pembangunan ekonomi. Dalam kenyataannnya penguasaan teknologi sendiri masih memiliki kelemahan, bila diperhatikan di dunia ini masih terdapat beberapa negara yang telah menguasai teknologi dan masih banyak pula yang belum mampu menyerap kemajuan teknologi. Dengan semakin maju perkembangan teknologi yang secara
tidak langsung menggiring kemajuan teknologi tersebut pada pemanfaatan teknologi dalam sebuah kehidupan sehari-hari. Namun tidak selamanya kemajuan teknologi tersebut mengarah pada kemajuan yang bersifat positif namun terdapat pula sisi negatifnya. Hal tersebut dapat terlihat dari semakin maraknya kejahatan salah satunya dalam sektor perdagangan yang terjadi saat ini. Modus daripada kejahatan tersebut salah satunya adalah pelanggaran terhadap suatu merek terkenal yang di eksploitasi menjadi suatu komiditi untuk mendapatkan keuntungan. Hal tersebut dipastikan pula dengan kehadiran teknologi yang berbasis internet dimana banyak pelaku usaha yang mulai mengalihkan bisnisnya dengan menggunakan media internet tersebut. Hal tersebut terjadi mengingat kemudahan yang diberikan oleh media tersebut dalam mempromosikan sebuah produk barang atau jasa yang dimiliki. Hal ini secara tidak langsung turut dirasakan oleh bangsa Indonesia ketika barang dan jasa memerlukan sebuah perlindungan dari segi merek. Oleh karena itu berlandaskan dari kesadaran tersebut di Indonesia telah dibuat undang-undang khusus tentang merek yaitu Undang- undang No 15 Tahun 2001 tentang merek. Merek merupakan tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dan unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda warna, atau kombinasi dan unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa4. Merek dagang yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Untuk memenuhi fungsinya, merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Fungsi merek adalah sebagai :
1. Tanda pengenal untuk membedakan produk perusahaan yang satu dengan yang lainnya. Fungsi ini juga menghubungkan barang atau jasa dengan produsennnya sebagai jaminan reputasi hasil usahanya ketika diperdagangkan.
2. Sebagai sarana produksi dagang (means of trade promotion).
Promosi tersebut dilakukan melalui iklan produsen atau pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa. Merek merupakan salah satu goodwill untuk menarik konsumen, merupakan symbol pengusaha untuk memperluas pasar produk atau barang dagangannya.
3. Jaminan atas mutu barang atau jasa (quality quarantee). Hal ini tidak hanya menguntungka produsen pemilik merek, melainkan juga perlindungan jaminan mutu barang atau jasa konsumen.
4. Penunjukan asal barang atau jasa yang dihasilkan.
Merek merupakan tanda pengenal asal barang atau jasa yang menghubungkan barang atau ajsa dengan produsen, atau antara barang atau jasa dengan daerah asalnya. Undang- undang merek indonesia telah mengatur tentang jenis-jenis merek, yang terdiri dari merek dagang, jasa, merek kolektif. Merek dagang adalah merek yang dipergunakan terhadap barang yang diperjualbelikan secara bersama-sama oleh seseorang, beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan barang- barang sejenis lainnya. Merek jasa merupakan merek yang dipergunakan terhadap jasa yang diperdagangkan oleh seseorang, atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa lainnya, sedangkan merek kolektif merupakan merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya. Pengertian terhadap pemegang merek adalah pemegang merek yang telah mendaftarkan kepemilikan mereknya hal tersebut dikaitkan dengan prinsip dasar yang ada dalam Undang-undang Merek
Indonesia yaitu first to file principile, bukan first come, first out, sehingga seseorang yang ingin memiliki hak atas merek harus melakukan pendaftaran tersebut. Didalam melihat mengenai pendaftaran terhadap merek perlu diperhatikan pasal 5 Undang-undang 15 Tahun 2001, yaitu terkait dengan bisa atau tidaknya didaftarkan apabila merek tersebut tidak mengandung salah satu unsur seperti:
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum;
b. Tidak memiliki daya pembeda;
c. Telah menjadi milik umum atau ;
d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa
yang dimohonkan pendaftarannya.
Terhadap batasan pengertian merek dagang di atas, terlihat bahwa merek dagang merupakan tanda yang digunakan pada barang yang diperdagangkan dan susah didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Status merek yang telah didaftarkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia telah memiliki kekuatan hukum dengan menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemegang merek yang sah. Hak atas merek merupakan hak Eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Demikian, dalam prakteknya masih terjadi penggunaan merek oleh orang lain tanpa hak, yang dapat merugikan pihak pemegang merek sah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa adanya pendaftaran merek, tidak ada perlindungan hukum. Pengaturan merek sebelumnya telah diatur dalam Undang- undang No. 21 Tahun 1961, tetapi dalam prakteknya masih mengandung kelemahan atau kekurangan-kekurangan ekonomi perdagangan pasar bebas. Sistem yang dianut dalam undang-undang No.21 Tahun 1961 adalah sistem deklarasi dengan menekankan perlindungannya kepada pihak yang pertama kali memakai (first use
principle) dan tidak pada pihak yang pertama kali mendaftar. Prinsip ini mengandung arti bahwa bagaimana pendaftaran suatu merek pada Diretorat Merek hanya merupakan anggapan adanya hak Eksklusif suatu merek bagi pihak yang mendatarkan, sampai kemudian terdapat pihak lain yang dapat membuktikan sebagai pemakai pertama atas merek tersebut. Hal tersebut berbeda sekali dengan sistem yang dianut dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2001, yang menganut sistem First to file, dimana perlindungan hukum ditekankan perlindungannya
kepada pihak pemilik merek terdaftar dan pada pihak yang pertama kali mendaftar. Dalam Undang-nndang Merek No. 15 Tahun 2001 juga mengatur mengenai perlindungan merek terkenal. Sebagai bagian dari hak atas kekayaan intelektual merek memiliki fungsi sangat penting dan strategis. Fungsi merek tidak hanya sekadar untuk membedakan


suatu produk dengan produk yang lain, melainkan juga berfungsi
sebagai aset perusahaan yang tidak ternilai harganya, khususnya untuk
merek-merek yang berpredikat terkenal (well-known marks).
Melalui perkembangan perdagangan antar negara, yang dapat
dikatakan maju sangat pesat, Indonesia "dibanjiri" merek-merek baru
dari luar negeri. Tidak hanya brand-brand terkenal dari negara Eropa
seperti Gucci, Prada, Mercedes Benz, dan Siemens yang masuk ke
Indonesia, juga brand terkenal dari negara Asia tidak kalah bersaing
untuk masuk. Sebut saja Giordano dari Hong Kong, Bread Talk dari
Singapura, Jimmy Choo dari Malaysia, dan masih banyak lagi.
Masyarakat menganggap merek-merek tersebut terkenal, karena sudah
memiliki pangsa pasar yang luas di beberapa negara. Namun, hanya
sebatas itukah tolok ukur dari merek terkenal. Apakah hanya diukur
dari besarnya pangsa pasar dan dilihat apakah produknya sudah dijual
di banyak Negara.
Dalam Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek (Undang-Undang Merek), disebutkan bahwa untuk
dikatakan sebagai suatu merek terkenal maka harus memperhatikan
beberapa hal, antara lain: pengetahuan umum masyarakat mengenai
merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, reputasi merek
terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-
besaran, dan investasi merek di beberapa negara yang disertai bukti
pendaftaran merek tersebut. Mengingat tingkat kerawanan terhadap

pelanggaran atas merek-merek terkenal demikian besar, maka
diperlukan suatu mekanisme perlindungan hnkuni secara khusus agar
kasus-kasus pelanggaran merek terkenal tidak akan berkembang lebih
banyak lagi.
Mekanisme perlindungan merek terkenal dalam Undang-Undang
Merek diatur dalam Pasal 6 ayat 1 (b) yang menyatakan permohonan
pendaftaran merek ditolak oleh kantor merek apabila mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis.
Apabila terjadi sengketa tentang merek terkenal maka untuk
menentukan apakah suatu merek dapat dikatakan sebagai merek
terkenal atau tidak, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga
yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh
kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar
hakim untuk mengeluarkan putusan. Ketentuan ini sesuai dengan
Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Merek.
Indonesia sudah meratifikasi beberapa konvensi internasional
mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual, antara lain, Paris
Convention melalui Keppres No. 15 Tahun 1997 dan Trademark Law
Treaty melalui Keppres No. 17 Tahun 1997. Dalam Paris Convention
disebutkan mengenai merek terkenal, tetapi hanya sebatas pengaturan
mengenai gugatan terhadap pemberian merek yang memiliki kesamaan
seluruhnya atau sebagian dengan merek terkenal. Sedangkan definisi

dari merek terkenal itu sendiri tidak diatur secara jelas. Banyak
perkara yang terkait dengan merek terkenal yang akhirnya merugikan
pihak pemilik merek dari negara asalnya. Misalnya, kasus Prada dan
Intel Corp di Indonesia, dan Louis Vuitton di Tiongkok. Dari kasus-
kasus tersebut, pemilik merek dari negara asal selalu dikalahkan oleh
pengadilan.
Sebagai contoh kasus Prada Italy di Indonesia, pemilik merek
Prada Italy mengajukan gugatan kepada pengusaha Prada Indonesia,
karena penggugat merasa bahwa ia adalah pemilik asli dari merek
Prada. Perkara ini berawal pada saat pemilik Prada Italy mencoba
mendaftarkan mereknya di Indonesia. Ternyata merek Prada sudah
didaftarkan oleh salah satu pengusaha Indonesia. Pada tahap pertama,
Pengadilan Niaga menolak gugatan penggugat dengan alasan Indonesia
memakai sistem first to file, sehingga pendaftar pertama yang memiliki
hak eksklusif dari merek bersangkutan. Akhirnya hingga tingkat Mahkamah Agung perkara ini tetap dimenangkan oleh pengusaha Prada Indonesia. Sampai saat ini masih dipermasalahkan tentang definisi apa yang disebut dengan merek terkenal. Tolok ukur yang digunakan masih belum jelas. Batasan suatu merek sebagai merek terkenal tidaklah terbatas untuk merek-merek yang dimiliki oleh pihak asing saja, tetapi juga merek-merek lokal yang dimiliki oleh pengusaha nasional yang berhasil go international. Apakah suatu merek termasuk sebagai merek terkenal, selain didasarkan pada Pasal 6 bis Paris Convention, juga didasarkan pada Undang-Undang Merek yang berlaku atau didasarkan pula pada interpretasi hakim yang mengadili kasus tersebut. Masih sulit menentukan apakah suatu merek tertentu dapat dikelompokkan sebagai merek terkenal. Hal ini akan sangat
bergantung pada produk yang dihasilkan dan digunakan pada
umumnya oleh konsumen, atau produk dengan merek tertentu yang
dekat dengan kehidupan sehari-hari konsumen. Itu sebabnya
pendekatan yang dilakukan untuk menentukan suatu merek terkenal
didasarkan pada Pasal 6 bis Paris Convention dan penjelasan Pasal 6
Undang-Undang Merek.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Undang-Undang Merek 1992
sampai dengan Undang-Undang Merek 2001, sudah pernah
mengamanatkan dibentuknya suatu peraturan pemerintah (PP) tentang
merek terkenal. PP ini ditujukan untuk mengatur tentang batasan
definisi merek untuk dapat dikatakan sebagai merek terkenal agar
dicapai kepastian hukum. Dengan demikian, penegak hukum dapat
lebih mudah memilah-milah mana yang dapat disebut sebagai merek
terkenal dan mana yang tidak. Namun, sampai sekarang PP ini belum
juga diterbitkan.
Perlindungan hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh
seseorang perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah

secara tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat
mengurangi pemasukannya karena volume penjualan menurun atau
bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai
kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan
tercemar. Begitu juga konsumen akan kehilangan jaminan
(kepercayaan) atas kualitas barang yang di dibelinya.
Untuk mencegah timbulnya kasus yang serupa dengan kasus
Prada, pemerintah perlu benar-benar didorong untuk secepatnya
menerbitkan PP tentang merek terkenal. Kebutuhan akan adanya PP itu
bukan saja dapat menjadi bukti keseriusan pemerintah untuk
memberikan perlindungan bagi pemegang hak kekayaan intelektual,
namun juga sebagai usaha pemerintah untuk menciptakan kondisi yang
kondusif bagi pelaku bisnis. Diharapkan, PP tersebut akan menjadi
pedoman (guideline) bagi penegak hukum dalam menafsirkan merek
terkenal.
Kepastian hukum yang dicapai akan mendorong iklim investasi
dan bisnis yang sehat, sehingga anjuran pemerintah untuk berinvestasi
dan berbisnis di Indonesia dapat tercapai. Keadaan ini jelas akan
meningkatkan kepercayaan dunia internasional atas penegakan hukum
di Indonesia, yang pada gilirannya akan mendorong sektor
perdagangan pada khususnya dan bisnis nasional pada umumnya.
Secara keseluruhan ekonomi Indonesia akan membaik bilamana
terdapat kepastian hukum.

1.2 Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang masalahan tersebut diatas,
sehingga penulis dapat merumuskan permasalahan untuk dikaji guna
menemukan kejelasan, yaitu :
1. Bagaimana pengaturan merek terkenal dalam sistem Hukum
Hak Kekayaan Intektual?
2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diperlukan terhadap
merek terkenal di Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dari rumusan masalah yang diangkat, maka ruang lingkup
kajian akan dibatasi pada pengaturan dan bentuk perlindungan hukum
terhadap merek terkenal di Indonesia.
Untuk mengkaji permasalahan pertama, kajian dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan merek terkenal
dalam tataran hukum nasional. Kajian akan difokuskan / dengan
meneliti peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang merek.
Untuk mengkaji permasalahan yang kedua, kajian difokuskan
pada perlindungan hukum terhadap merek terkenal dengan
menekankan pada bentuk perlindungan hukum yang diperlukan
terhadap merek terkenal.

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan umum
a. Untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan
wawasan tentang studi hukum, khususnya yang menyangkut
aspek hukum dari merek sebagai hak kekayaan intelektual.
b. Untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan
wawasan yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan
hak kekayaan intelektual, khususnya hak merek.

1.4.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang pengaturan merek
terkenal berdasarkan sistem hukum hak kekayaan intelektual.
b. Untuk mengetahui dan memahami tentang bentuk
perlindungan hukum terhadap merek terkenal di Indonesia.

1.5 Manfaat Hasil Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangn pemikiran teoritis dalam usaha
pemahaman terhadap studi Hak Kekayaan Intelektual dalam
memecahkan permasalahan yang ada terkait dengan
perlindungan dan pengaturan merek terkenal sebagai upaya

penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum dalam kerangka
Hak Kekayaan Intelektual.

1.5.2 Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian serta kajian ini semoga dapat
bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka
mengkritisi pelaksanaan Undang- undang mengenai merek
dalam tataran sistem Hukum Nasional.

2.1       Penggunaan Hak Merek

Merek atau merek dagang adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk/jasa dan menimbulkan arti psikologis/asosias.  Secara umum, kata merek sering mengacu pada dua istilah dalam bahasa Inggris  yaitu 'brand' dan 'mark'. Brand, merupakan merek tak berwujud berupa sekumpulan persepsi yang ada pada benak konsumen, sedangkan mark berwujud berupa tanda. Secara luas, Merek didefinisikan sebagai suatu kata, ungkapan, simbol, desain, suara, bau, warna, konfigurasi, susunan huruf atau angka, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut, yang digunakan suatu perusahaan sebagai tanda pada barang atau jasa si pemiliknya untuk membedakan dengan barang dan jasa yang dibuat, dijual, atau disediakan oleh orang lain. Sedangkan menurut Undang-Undang Merek RI no 15 th 2001 yang dimaksud dengan merek adalah suatu "tanda" yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Dapat dilihat bahwa suara dan bau tidak termasuk dalam merek di Indonesia.

Jenis-jenis Merek
  • Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
  • Merek Jasa
Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
  • Merek Kolektif
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

Menurut David A. Aaker, merek adalah nama atau simbol yang bersifat membedakan (baik berupa logo,cap/kemasan) untuk mengidentifikasikan barang/jasa dari seorang penjual/kelompok penjual tertentu. Tanda pembeda yang digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha lain.
Fungsi Merek
  • Tanda Pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
  • Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebutkan mereknya.
  • Sebagai jaminan atas mutu barangnya.
  • Menunjukkan asal barang/jasa dihasilkan
3.1       Undang-Undang Hak Merek
            Sama halnya dengan hak cipta dan paten serta hak atas kekayaan intelektual
lainnya maka hak merek juga merupakan bagian dari hak atas intelektual. Selain dari
alasan yang telah disebutkan pada bagian awal tulisan ini, maka khusus mengenai hak
merek secara eksplisit disebut sebagai benda immateril dalam konsiderans UU Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek (UUM 2001) bagian menimbang butir a, yang berbunyi:
Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi
internasional yang telah diratafikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting,
terutama dlam menjaga persaingan usaha yang sehat.
Merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya,
kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat
harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah
sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan jenis produk
itu sendiri. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasaan saja bagi pembeli, benda
materilnyalah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril
yang tak dapat memberikan apapun secara fisik, inilah yang membuktikan bahwa merek
itu merupakan hak kekayaan immateril.



Sumber:
nurjannah.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/30824/Hak%2BMerek.pdf

                                                      Undang-Undang Perindustrian 


1.1 LATAR BELAKANG UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.

UNDANG-UNDANG NOMOR 5/1984
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah
Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional
adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya
sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri
memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang
dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan,
pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara
Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN

Sumber:
http://geografi-geografi.blogspot.com/2010/11/pengertian-industri-menurut-uu-no.html
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt51b8219436e7c/node/327
http://kangkungrebus.blogspot.com/2012/07/undang-undang-perindustrian.htm


                                                Konvensi-Konvensi Internasional



Konvensi Hak Cipta Universal 1955
• Hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO
• Menjembatani
dua
kelompok
masyarakat
internasional: civil law system (anggota konvensi Bern),
common law system( anggota konvensi hak cipta
regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika
Serikat)
• Pada 6 September 1952, untuk memenuhi kebutuhan
adanya kesepakatan, lahir UCC (Universal Copyright
Convention) ditandatangani di Geneva
• Ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16
September 1955

stem (anggota konvensi Bern),

Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak
Cipta Universal 1955
• Adequate and effective protection
• National treatment
• Formalities
• Duration of protection
• Translations right
• Jurisdiction of the International Court of Justice
penyelesaian sengketa yang tidak dapat
diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat ,
diajukan ke Mahkamah Internasional
• Bern Safeguard Clause

Berne Convention

Berne Convention
• The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works,
usually known as the Berne Convention, is an international agreement
governing copyright, which was first accepted in Berne, Switzerland in
1886.
• The Berne Convention requires its signatories to recognize the copyright of
works of authors from other signatory countries (known as members of
the Berne Union) in the same way as it recognises the copyright of its own
nationals. For example, French copyright law applies to anything published
or performed in France, regardless of where it was originally created.
• In addition to establishing a system of equal treatment that
internationalised copyright amongst signatories, the agreement also
required member states to provide strong minimum standards for
copyright law.
• Copyright under the Berne Convention must be automatic; it is prohibited
to require formal registration (note however that when the United States
joined the Convention in 1988, they continued to make statutory damages
and attorney's fees only available for registered works)
Page 1
Hak Cipta dan Konvensi
Internasional Tentang Hak Cipta
Pengertian, fungsi dan sifat hak cipta, pemegang hak
cipta, pembatasan hak cipta, pendaftaran hak cipta,
hak moral, jangka waktu pemilikan hak cipta,
perlindungan hak cipta sebagai hak milik, tujuan
konvensi internasional tentang hak cipta, Berne
Convention, Universal Copyright Convention
Dikutip dari berbagai sumber:
Zaki-math.web.ugm.ac.id/matematika/etika_profesi/HAKI_09.ppt
UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta
Disusun oleh: Dr. Henny Medyawati SKom,MM
Page 2
HAK CIPTA
PENGERTIAN
• Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
• Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta :
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1)
Hak cipta diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu
pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara
eksklusif kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersama-
sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi,
kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas
dan bersifat pribadi".
Page 3
SUBJEK HAK CIPTA
• Pencipta
seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi,
kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang
dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi
• Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai pemilik hak cipta atau orang
lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang
tersebut di atas
Page 4
OBYEK HAK CIPTA
Ciptaan
yaitu hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan
menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,
seni dan sastra. Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Undang-undang yang mengatur Hak Cipta:
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun
1982 Nomor 15)
UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun
1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun
1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987
(Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
Page 5
Pembatasan Hak Cipta
• UU Hak Cipta No. 19 tahun 2002 pasal 14,15, 16
• Pasal 14
Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara
dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan/ atau perbanyakan segala sesuatu
yang diumumkan.....
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun
sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran dan
surat kabar atau sumber jenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap
Page 6
Pembatasan Hak Cipta (lanjutan)
• Pasal 15
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak
dianggap sebagai pelanggaran hak cipta:
a. Penggunaan hak cipta lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar
dari pencipta;
b. Pengambilan ciptaan pihak lain, seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan pembelaan di dalam atau diluar pengadilan
c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna
keperluan:
- ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; atau
- pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta
.......
g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik
program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri
Page 7
Pembatasan Hak Cipta (lanjutan)
• Pasal 16
untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan
serta kegiatan penelitian dan pengembangan,
terhadap ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan sastra, Menteri setelah mendengar
pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. Mewajibkan pemegang hak cipta untuk
melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau
perbanyakan ciptaan tersebut di wilayah negara
Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
Page 8
Hak Moral (Pasal 24,25,26)
• Pasal 24
a. Pencipta atau ahli waris berhak menuntut pemegang hak cipta
supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya
b. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptanya telah
diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta
atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah
meninggal dunia
......
Pasal 25
Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta tidak
boleh ditiadakan atau diubah
Pasal 26
Hak cipta atau suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta selama
kepada pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak cipta dari
pencipta itu
Page 9
Masa Berlaku Hak Cipta(Pasal 29-34)
• Pasal 29
hak cipta atas ciptaan: buku, pamflet, semua hasil karya tulis lain;
drama, drama musikal, tari, seni batik, arsitektur, tafsir,
saduran.....berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung
hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia
Pasal 30
Hak cipta atas ciptaan: program komputer; sinematografi, fotografi;
database dan karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 (lima
puluh) tahun
Pasal 31
Hak cipta atas ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara
berdasarkan:
pasal 10 ayat 2 berlaku tanpa batas waktu
pasal 11 ayat 1 dan ayat 3 berlaku selma 50 tahun sejak ciptaan
tersebut pertama kali diketahui umum
Page 10
Pendaftaran Ciptaan (Pasal 35 s/d pasal 44)
• Pasal 35
Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran ciptaan dan
dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan
.....
Pasal 36
Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung
arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud atau bentuk dari
ciptaan yang didaftar
Pasal 37
Pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas
permohonan yang diajukan oleh pencipta atau oleh pemegang hak
cipta atau kuasa
Kuasa konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal
Page 11
Dewan Hak Cipta (pasal 48)
• Membantu pemerintah dalam memberikan penyuluhan
dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta
• Terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi dan
anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang
hak cipta diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas
usul menteri
Pengelolaan Hak Cipta (pasal 52-53)
• Penyelenggaraan administrasi hak cipta dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal
• Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan
dokumentasi dan informasi hak cipta yang bersifat nasional
mampu menyediakan informasi tentang hak cipta
seluas mungkin kepada masyarakat
Page 12
Berne Convention
• The Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works,
usually known as the Berne Convention, is an international agreement
governing copyright, which was first accepted in Berne, Switzerland in
1886.
• The Berne Convention requires its signatories to recognize the copyright of
works of authors from other signatory countries (known as members of
the Berne Union) in the same way as it recognises the copyright of its own
nationals. For example, French copyright law applies to anything published
or performed in France, regardless of where it was originally created.
• In addition to establishing a system of equal treatment that
internationalised copyright amongst signatories, the agreement also
required member states to provide strong minimum standards for
copyright law.
• Copyright under the Berne Convention must be automatic; it is prohibited
to require formal registration (note however that when the United States
joined the Convention in 1988, they continued to make statutory damages
and attorney's fees only available for registered works).
Dikutip dari : Wikipedia
Page 13
Berne Convention (lanjutan)
The Berne Convention states that all works except photographic and cinematographic shall be
copyrighted for at least 50 years after the author's death, but parties are free to provide longer terms,
as the European Union did with the 1993 Directive on harmonising the term of copyright protection.
For photography, the Berne Convention sets a minimum term of 25 years from the year the
photograph was created, and for cinematography the minimum is 50 years after first showing, or 50
years after creation if it hasn't been shown within 50 years after the creation. Countries under the
older revisions of the treaty may choose to provide their own protection terms, and certain types of
works (such as phonorecords and motion pictures) may be provided shorter terms.
Although the Berne Convention states that the copyright law of the country where copyright is claimed
shall be applied, article 7.8 states that "unless the legislation of that country otherwise provides, the
term shall not exceed the term fixed in the country of origin of the work", i.e. an author is normally
not entitled a longer copyright abroad than at home, even if the laws abroad give a longer term. This is
commonly known as "the rule of the shorter term". Not all countries have accepted this rule.
The Berne Convention authorizes countries to allow "fair" uses of copyrighted works in other
publications or broadcasts.[1] The Agreed Statement of the parties to the WIPO Copyright Treaty of
1996 states that: “It is understood that the mere provision of physical facilities for enabling or making
a communication does not in itself amount to communication within the meaning of this Treaty or the
Berne Convention.”[2] This language may mean that Internet service providers are not liable for the
infringing communications of their users.

Universal Copyright Convention
 
Konvensi Hak Cipta Universal 1955 hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO menjembatani dua kelompok masyarakat internasional: civil law system (anggota konvensi Bern) common law system (anggota konvensi hak cipta regional di negara-negara Amerika Latin dan Amerika Serikat). Pada 6 September 1952, untuk memenuhi kebutuhan adanya kesepakatan, lahir UCC (Universal Copyright Convention) ditandatangani di Geneva. Ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi pada tanggal 16 September 1955. Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak Cipta  Universal 1955:
a.      Adequate and effective protection
b.     National treatment
c.      Formalities
d.     Duration of protection
e.      Translations right
f.      Jurisdiction of the International Court of Justice
Beberapa Konvensi Internasional Hak Cipta Lainnya:
a.      Convention for the Protection of Performers,
Producers of Phonogram and Broadcasting Organization (Rome   Convention/Neighboring Convention)
b.     Convention for the Protection of Producers of Phonogram Againts Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva Convention 1971).
Konvensi ini terdiri dari 21 pasal dilengkapi dengan 3 protokol. Universal Copyright Convention dalam Pasal 5 disebutkan pengertian hak cipta yaitu meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk menerbitkan dan membuat terjemahan daripada karyanya yang dilindungi dalam perjanjian ini.
Pasal 4 menyebutkan bahwa yang dianggap sebagai hak cipta adalah karya dalam bentuk asli maupun terjemahannya. Selanjutnya dalam Pasal 4 menentukan pembatasan jangka waktu hak cipta yaitu selama hidup pencipta dan selama 25 tahun meninggalnya si pencipta. Universal Copyright Convention terakhir diperbarui pada tahun 1997.

Sumber:
aqwam.staff.jak-stik.ac.id/files/39.-legal-aspek-tik[1].pdf